iand adonara

Idealnya Lulusan Perguruan Muhammadiyah Jadi Kader Persyarikatan

Samarinda -Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kalimantan Timur memberikan sambutan yang disampaikan oleh H.Suyatman selaku Ketua PW Muhammadiyah Kaltim dalam rangka wisuda ke 6 dan milad ke 5 STIKES Muhammadiyah Samarinda yang diselenggarakan pada hari selasa tanggal 7 Dzulqa’dah 1435 H bertepatan tanggal 2 September 2014 M.

Atas nama PWM Kaltim mengucapkan selamat kepada seluruh wisudawan atas keberhasilan menyelesaikan kuliah di perguruan tinggi Muhammadiyah. Semoga kesuksesan ini  menjadi spirit dan motivasi untk kesuksesan pada bidang lainnya dalam masyarakat, dalam karir dan lain-lain. Teruslah menuntut ilmu, baik secara formal maupun non formal dan informal. Ilmu yang bermanfaat, yang mencerdaskan, yang mencerahkan, yang memajukan, yang menyejahterakan, yang mengangkat harkat dan martabat diri, keluarga, masyarakat, bangsa, negara, dan kemanusiaan.

Idealnya lulusan PerguruanTinggi Muhammaduyah menjadi kader persyarikatan, kader umat, kader bangsa dan kader kemanusiaan. Jadilah orang yang bermanfaat dan diperlukan dimana saja dan kapan saja. Menjadi rahmat bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara dan kemanusian. Jangan menjadi orang-orang yang bermasalah (problem maker), tetapi jadilah orang yang dapat memecahkan masalah-masalah di sekitar anda (problem solver).

Jadilah muslim yang baik dan benar. Tunjukkan bahwa anda adalah muslim yang baik dan benar.  Tunjukkan keislaman anda secara maknawi dan substantif seperti dengan kejujuran dalam berkata dan berbuat, disiplin, tanggung jawab, amanah, kerja sama dalam kebaikan dan lain-lain.

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Kejujuran membawa kebaikan dan kebaikan membawa surga. Kedustaan (kebohongan, kecurangan, keculasan) membawa keburukan dan keburukan membawa ke neraka” (HR.Bukhari dan Muslim).

Bantulah Muhammadiyah di mana saja dan kapan saja. Anda telah dilahirkan melalui rahim Muhammadiyah. Anda pernah berada dalam garba ilmiah Muhammadiyah. Tidak pantas memusuhi Muhammadiyah. Jika anda belum mampu membantu Muhammadiyah, minimal jangan pernah durhaka dan memusuhi Muhammadiyah, dan jangan berlaku aniaya kepada Muhammadiyah. Tidak elok rasanya alumni Perguruan Muhammadiyah berbuat kurang patut kepada Muhammadiyah, masyarakat, bangsa, negara dan mencederai kemanusian.

Selaku Ketua PW Muhammadiyah Kaltim, saya mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Daerah dan DPRD Propinsi Kaltim, kepada Kopertis Wilayah XI Kalimantan atas segala bantuan yang telah diberikan kepada Muhammadiyah. Ketahuilah bahwa bantuan kepada Muhammadiyah insya Allah akan kembali kepada masyarakat, dan untuk kepentingan anak bangsa dan tidak hanya untuk kepentingan Muhammadiyah itu sendiiri
KH Azhar Basyir: “Bagaimana Mewujudkan Kebangkitan”




Muhammadiyah Konsisten
Muhammadiyah yang didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H bertepatan dengan 18 November 1912 kini telah berusia 83 tahun. Dalam perjalanan dan geraknya selama 83 tahun itu Muhammadiyah konsisten menekankan pada bidang dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar, menyebarluaskan, menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam yang merupakan curahan rahmat kasih sayang Allah kepada seru sekalian alam, terwujudknya masyarakat utama,adil dan makmur yang diridhoi oleh Allah SWT sebagai pemenuhan kewajiban beribadah kepada Allah dan pelaksanaan fungsi manusia sebagai kholifah-Nya di bumi.
Memperhatikan tahun berdirinya Muhammadiyah, yaitu pada tahun 1912, Muhammadiyah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perwujudan Kebangkitan Nasional, yang resminya ditandai dengan berdirinya Budi Utomo tahun 1908. Tujuan utama kebangkitan nasional ialah memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda dan mengangkat harkat dan martabat kehidupan bangsa Indonesia agar memenuhi kodrat kemanusiaan yang terhormat. Muhammadiyah berkeyakinan, dengan jalan Agama Islam, tujuan utama Kebangkitan Nasional itu akan lebih cepar tercapai dengan hasil yang benar-benar mantap, karena dorongan iman dan takwa, ajaran wahyu menjadi pedoman, akal di gunakan untuk mendalami dan mengembangkan pemahaman, tujuan tidak terbatas dalam kehidupan sejahtera di dunia tetapi juga di akhirat.

Muhammadiyah yang merupakan bagian tak terpisahkan dari perwujudan Kebangkitan Nasional benar-benar merasa bertanggung jawab terhadap nasib bangsa Indonesia di bawah penjajahan bangsa Belanda. Melalui pembianan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan, Muhammadiyah bekerja untuk meluruskan kehidupan beragama, iman tauhid ditanamkan, tahayuul khurofat dikikis, ibadah murni dikembalikan kepada tuntunan Sunnah Nabi, kebodohan ditanggulangi dengan mendirikan berbagai macam sekolah, pemisahan dikotomi antara ilmu dan agama dan ilmu umum di tinggalkan, anak-anak yati diasuh di panti asuham, kaum mustadh’afin menjadi perhatian, kesehatan masyarakat pun menjadi perhatian.

Bidang Pendidikan
Khusus gerakan amal usaha Muhammadiyah dalam bidang pendidikan yang telah meliputi segala jenis dan jenjang, tidak seorang pun yang mengingkari berapa besar sumbangannya bagai pembangunan bangsa Indonesia. Pemerintah merasakan kemitraan nyata Muhammadiyah dalam bidang ini. Karenanya  tanpa diminta pemerintah selalu mengulurkan bantuan yang mendidik kepada Muhammadiyah agar tetap terpelihata kemandiriannya. Atas kepercayaan yang makin besar kepada dunia Pendidikan Muhammadiyah, PP Muhammadiyah mengucapkan terima kasih.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengingatkan adanya amanat Muktamar Muhammadiyah ke 42 agar Muhammadiyah meningkatkan kualitas pimpinan, anggota dan pengelolaan  amal usaha Muhammadiyah, memenuhi pesan Rosulullah, “Orang mukmin yang kuat lebih baik dan dicintai oleh Allah dari pada orang Mukmin yang lemah”.

Kekuatan dalam arti tercapai, khususnya dalam dunia Perguruan Tinggi Muhammadiyah, jika dapat di capai stabilitas yang mantap, terhindar dari berbagai macam kericuhan atas dasar kesamaan niat beribadah kepada Allah, menyiapkan sumber daya manusia yang handal untuk memikul amanat Allah sebagai khalifahNya di bumi. Dengan dicapainya stabilitas yang mantap, waktu yang dapat digunakan untuk melakukan peningkatan mutu akademik, memenuhi tuntutan perkembangan dan kemajuan teknologi, lebih lebih dalam menyongsong era PJPT II.

Usaha meningkakan kualitas akademik akan makin terbantu jika di wujudkan kerja sama yang mantap antar Perguruan Tinggi Muhammadiyah, antara perguruan tinggi dengan persyarikatan, juga antara perguruan tinggi muhammadiyah dengan perguruan tinggi yang lain, baik negeri maupun swasta tetapi juga kerja sama dengan Pemerintah. Penanaman iman, takwa dan akhlak luhur di kalangan civitas akademika Perguruan Tinggi Muhammadiyah, baik penyelenggaraa, pimpinan, pengasuh akademik maupun penyelenggara administratif hendaknya selalu di tingkatkan.

Nabi menyatakan “Aku di utus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang luhur”. Pujangga Mesir, Akhmad Syauqi menyatakan: “Bangsa akan tetap tegak jika dapat mempertahankan akhlak yang luhur. Sebaliknya, bangsa akan hancur jika akhlak luhur di tinggalkan”. Kerja nyata merupakan tumpuan penilaian hidup. Allah berpesan: ”Bekerjalah, Allah dan Rosulnya serta orang-orang mukmin akan menayksikan apa yang kamu kerjakan. Kerja ikhlas menuju ridho Allah itulah yang menjadi kebahagian di hadirat Allah kelak”. Rosulllah pun berpesan “Sesungguhnya Allah menyukai, jika kami bekerja benar-benar cemar dan sungguh-sungguh dalam melakukannya”.


*Ditulis dari buku Ushwah Hasanah dalam Muhammadiyah yang ditulis oleh KH Azhar Basyir

“Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah”.
(KH. Ahmad Dahlan, 1912).
Kalimat di atas merupakan amanah pendiri persyarikatan Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan bagi semua warganya. Tentu saja, pesan tersebut bukan saja penting diingat tapi juga harus dilaksanakan oleh setiap warganya yang oleh Kyai Dahlan-tatkala masih hidup-disinyalir pasti esok banyak warga persyarikatan menghadapi ribuan tantangan dan hambatan. Bila hambatan dan tantangan tersebut dibiarkan dan tidak diantisipasi secara jitu maka rumah besar yang bernama Muhammadiyah akan menjumpai ajalnya alias mati akibat salah urus dan tidak sedikit yang ingin memperebutkan “harta warisan” yang bernama Muhammadiyah itu.
Meminjam bahasa Neil Postman, matinya institusi organisasi dalam hal ini adalah Muhammadiyah (the Death of Muhammadiyah) bukan hal mustahil akan terjadi manakala Muhammadiyah beserta warganya tidak lagi mampu menjawab tantangan zaman seperti di era pos-kapitalis ini. Lebih-lebih lagi, bila tidak punya sense of belonging (rasa memiliki) terhadap organisasi karena lemahnya ideologi dan minimnya informasi serta wawasan tentang ke-Muhammadiyah-an. Hal tersebut secara langsung maupun tidak langsung, ikut mendorong subjek pelaku persyarikatan untuk menggadaikan persyarikatan dengan cepat.
Dalam konteks semacam ini, teori Adam Smith dalam “Welfare State” yakni Negara Makmur, atau pada kasus Muhammadiyah maka kaya raya dan banyaknya Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) bukan menjamin akan menjadikan Muhammadiyah makin kokoh, kuat dan besar bila tidak diiringi penguatan azas, ideologi dan prinsip (strengthening of basic and ideology). Malahan bisa menjadi “warisan” yang diperebutkan oleh banyak pihak.
Kegelisahan para intelektual Muhammadiyah terdahulu ternyata telah menjadi bukti nyata saat ini, bahwa Muhammadiyah suatu saat nanti bila tidak antisipatif terhadap tantangan baik internal maupun eksternal maka Muhammadiyah akan habis-hancur. Lain pernyataan Buya Syafii Maarif pernah mengkritik pada suatu ketika bahwa saat ini memang Amal Usaha Muhammadiyah secara kuantitatif besar dan banyak sekali jumlahnya, baik yang berwujud sekolah, universitas, yayasan, panti asuhan maupun rumah sakit. Beliau gelisah, dengan melontarkan sebuah pernyataan dan pertanyaan menggelitik, sudahkah banyaknya jumlah Amal Usaha tersebut dibarengi dengan kualitas serta disokong ideologi dan prinsip yang kuat?
Bila jawabannya belum, sudah barang tentu menjadi persoalan besar yang perlu segera dipikirkan bersama. Pada kondisi ini, gelisah dan takut bukanlah jawaban tepat bagi aktivis dan pimpinan Muhammadiyah, sikap antisipatif disertai langkah strategis, evaluatif demi meraih sukses perjuangan adalah langkah bijak bagi setiap warga persyarikatan yang benar-benar memperjuangkan misi, visi dan tujuannya. Barangkali, prinsip presiden Susilo Bambang Yudhoyono tatkala menghadapi jutaan masalah negeri ini, dengan mengatakan “the state that never sleep,” perlu pula ditiru sebagai simbol perjuangan bagi stakeholder Muhammadiyah dengan berprinsip “the Muhammadiyah stakeholders that never sleep.” Persoalannya, siapkah penggerak Muhammadiyah dari berbagai level mulai bawah hingga atas melaksanakannya tidak sekadar janji laiknya politikus?
Selanjutnya, tulisan ini bukan dimaksudkan sebagai rumusan taktis operasional yang siap dijadikan pedoman praktis dalam berorganisasi. Namun, tulisan ini ingin menawarkan beberapa langkah antisipatif yang disertai koreksi atau evaluasi atas apa yang menyebabkan Muhammadiyah belakangan ini seolah menjadi sasaran empuk atau harta warisan yang diperebutkan oleh banyak kalangan, khususnya munculnya gejala kader-kader non-Muhammadiyah (misalnya saja kader PKS, Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir) yang masuk persyarikatan bukan untuk menghidup-hidupi Muhammadiyah melainkan untuk menghidupi pribadi, kelompok serta anggotanya masing-masing, tidak lebih dari itu. Jelas bisa dipastikan bahwa gesekan ideologis, kepentingan dan gerakan tidak bisa dihindari. Karenanya, tulisan ini sedikit banyak akan menyinggung persoalan tersebut. Tulisan ini juga dimaksudkan sebagai tawaran solusi jalan tengah bagi keberlangsungan hidup Muhammadiyah kemarin, kini dan mungkin esok.
Menghidupi PKS, Ikhwanul Muslimin atau Muhammadiyah?
Gesekan ideologis dan kepentingan nampaknya tidak bisa ditutupi telah menjadi wacana dan tantangan baru bagi berbagai organisasi Islam besar di Indonesia, baik Nahdlatul Ulama (NU) maupun Muhammadiyah. Muhammadiyah sendiri nampaknya telah lebih awal “ditaklukkan” dengan amat mudah oleh gerakan ideologis seperti gerakan Ikhwanul Muslimin (IM). Ikhwanul Muslimin sendiri merupakan gerakan fundamentalis, yakni gerakan yang mengusung syariah berlandaskan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Organisasi yang didirikan oleh Hassan Al-Banna pada tahun 1928 ini, tidak hanya menyebar di Mesir tempat awal berdirinya, tapi hingga saat ini telah menyebar ke berbagai penjuru dunia hingga ke Indonesia melalui beragam media dan bidang kehidupan, termasuk partai politik.
Di Indonesia, secara politis Ikhwanul Muslimin nampaknya lebih berafiliasi ke Partai Keadilan Sejahtera (PKS) daripada ke partai lainnya. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sendiri pun telah menjadi fenomena baru yang cukup menakjubkan banyak pihak. Sebab, partai tersebut pada pemilu beberapa 2004 lalu telah mampu mengalahkan suara Partai Amanat Nasional (PAN) pimpinan Amien Rais kala itu sebelum Soterisno Bachir yang pemilihnya kebanyakan dari Muhammadiyah. Kekalahan PAN tidak sedikit yang mengaitkan dengan PKS, karena memang kebanyakan anggota dan aktivis PKS adalah orang-orang Muhammadiyah. Sehingga timbul persepsi dari sebagian kalangan, bahwa kekalahan PAN tersebut dianggap selain sebagai kekalahan politik juga kekalahan ideologi gerakan Muhammadiyah atas PKS atau Ikhwanul Muslimin. Nah, benarkah analisa atau anggapan tersebut? Lalu, bagaimana fenomena banyak aktivis PKS juga menjadi aktivis Muhammadiyah? Pertanyaan tersebut nampaknya menjadi dilema bagi sebagian banyak pengurus Muhammadiyah. Lantas, siapa yang patut dipersoalkan bila Muhammadiyah terus dijadikan “rebutan” bukan dihidup-hidupi?
Pada titik krusial ini, maka pesan Kyai Dahlan di atas–yakni hidup-hidupilah Muhammadiyah–perlu kita renungi dan refleksikan kembali. Sebab, sebagaiaman disinyalir Dr. Haedar Naser bahwa ancaman dan tantangan besar yang melanda Muhammadiyah saat ini sebetulnya bukan saja dari luar, tapi dari dalam tubuh Muhammadiyah sendiri juga. Faktanya, belakangan ini sebagian besar kaum Muhammadiyah seolah “lupa” dan bahkan bosan menghidup-hidupi Muhammadiyah. Tentu saja, fakta di atas tidak terjadi begitu saja, ibarat ada kebakaran pasti ada apinya, begitu pula apa yang saat ini terjadi pada diri Muhammadiyah. Pertanyaannya, kenapa banyak fenomena warga Muhammadiyah tidak lagi semangat untuk menghidup-hidupi Muhammadiyah malahan lari dan tidak sedikit yang menghidup-hidupi organisasi lain.
Bagi hemat penulis, persoalan di atas sebetulnya pada satu pihak sesuatu yang wajar. Malahan, semua persoalan hidup ini memang diserahkan sepenuhnya pada setiap individu. Individu punya hak memilih dan menentukan nasib sendiri, pun juga dalam memilih dan menentukan organisasi, partai bahkan agama sekalipun. Cuma persoalannya tatkala seseorang sudah ikut sebuah organisasi lantas berpindah tentu semua pihak pasti ada yang mempersoalkannya. Nah, sebetulnya apa yang menyebabkan dan mendorong orang untuk pindah organisasi atau lainnya. Tentu alasannya sangat beragam, bila kita analisa beberapa faktor dan problem yang melatarbelakanginya adalah pertama, faktor pragmatisme. Faktor ini di satu pihak bisa jadi alasan wajar bagi masyarakat elit perkotaan yang sering dihadapkan pada kebutuhan serba instan dan praktis (practice needs). Di pihak lain, sikap pragmatisme merupakan gejala awal yang buruk sebagai bentuk inkonsistensi gerakan yang patut dipertimbangkan secara etis bagi semua pihak.
Belakangan ini, munculnya gejala dan sikap kurang konsisten dalam memperjuangkan persyarikatan mulai membesar dan sangat memprihatinkan. Misalnya saja, adanya Masjid Muhammadiyah yang tidak terkelola dengan baik, mencari Imam Jum’at atau khatib pun kesulitan. Justru ada masjid milik Persyarikatan yang pindah kelola ke tangan pihak lain, baik karena terlantar atau kelalaian, belum lagi amal-amal usaha Muhammadiyah lainnya.
Gejala di atas mengindikasikan bahwa orang-orang Muhammadiyah sudah tidak lagi sungguh-sungguh dalam mengelola masjid di lingkungannya. Padahal, KH Ahmad Dahlan melahirkan Muhammadiyah pada 1912 sebagai hasil dari suatu proses pergumulan yang penuh pertaruhan, bukan main-main. Berita lain yang tidak kalah mencemaskan, Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) di tingkat bawah, mulai kalah saing oleh lembaga-lembaga sejenis milik organisasi lain. Dalam pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK), misalnya, TK Aisyiah Bustanul Athfal (ABA) telah disaingi oleh TK-IT (Islam Terpadu) atau sejenisnya, SD-MI, SMP-MTS, SMA-MA Muhammadiyah kalah oleh milik organisasi lainnya. Ironisnya, tidak sedikit yang ikut membesarkan TK-IT, SD, SMP, SMA lain tersebut adalah orang-orang Muhammadiyah sendiri, termasuk angkatan muda dan para karyawannya.
Dr. Haedar Nashir, salah satu pengurus Pusat Muhammadiyah, merasa sangat prihatin seiring dengan sikap acuh tak acuh sebagian warga Muhammadiyah dengan gerakannya seperti tersebut di atas. Bahkan, orang tua mereka juga bersikap pragmatis saja. Hal itu nampak kecenderungan orang tua menyekolahkan anak-anaknya ke TK-IT atau SD-IT tersebut daripada ke TK ABA dan SD Muhammadiyah. Alasannya, karena dianggap mutunya lebih baik. Bahkan, ada TK ‘Aisyiah yang akan digusur oleh sebuah Yayasan yang sama-sama Islam bahkan orang Muhammadiyah juga ada yang menjadi pengurusnya.
Kedua, faktor ideologis, berbeda dengan faktor pragmatisme cenderung serba instant, alasan ideologis nampaknya menjadi argumen mendasar bagi sebagian banyak pihak yang tidak lagi mau mengaku sebagai warga persyarikatan Muhammadiyah belakangan ini. Bagi kelompok ini, ideologi Muhammadiyah dianggap tidak jelas. Pemihakan dan perjuangannya terhadap Islam pun juga dianggap tidak kompatibel (sejalan) dengan syariah Islam. Hal itu tercermin dari cara berpikir mereka yang selalu sering mengatakan bahwa banyak organisasi Islam di negeri ini tapi sayangnya kurang lantang menyuarakan bahkan mereka menganggap tidak tegas dan berani memperjuangkan syariat Islam dan Negara khilafah. Negara khilafah merupakan tujuan dan syariat yang harus ditegakkan. Bagi umat muslim yang tidak mendukung dan sejalan dengan gerakannya mereka anggap bukan muslim sejati. Di sinilah benturan ideologis (the clash of ideology) terjadi seru. Bahkan, tidak sedikit yang mengklaim bahwa semuanya paling benar (truth claim). Samuel P. Huntington dalam karya “the Clash of Civilization” menengarai perlunya membangun dialog tatkala beda paham dan ideologi. Sayangnya, acapkali perbedaan seringkali melahirkan konflik bukan budaya dialog.
Dalam konteks Syariah Islam, di Muhammadiyah isu tersebut sesungguhnya kurang tepat bila dipahami tidak diperjuangkan secara sungguh-sungguh. Berbeda dengan organisasi lain seperti Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir dan PKS yang memperjuangkan syariah via parpol, Muhammadiyah tetap memperjuangkan syariah Islam model “amar ma’ruf nahi munkar”. Konsep amar ma’ruf nahi munkar ini sayangnya kurang banyak dipahami dan dipelajari oleh banyak pihak. Padahal, ajaran dan konsep ideologis Muhammadiyah ini sangat substansial dan kompatibel dengan gerakan dan ideologi modern yang menghendaki tertib sosial sebagaimana yang diusung oleh tokoh sekaliber buya Hamka dan Talcot Parson.
Ketiga, kurangnya optimalisasi Amal Usaha Muhammadiyah. munculnya persaingan di tubuh Muhammadiyah akibat perbedaan ideologi, partai atau kepentingan lain bisa jadi juga disebabkan akibat kurang seriusnya warga Muhammadiyah dalam mengelola Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). Sehingga, karena alasan tersebut banyak pihak kemudian mengambil alih dengan tujuan demi kemaslahatan ummat daripada tidak dimanfaatkan sebagaimana mustinya Amal Usaha itu dijaga dan dikembangkan. Oleh karena itu, warga persyarikatan sudah selaiknya membenahi diri sistem manajemen amal usaha Muhammadiyah baik yang berupa sekolah, universitas, yayasan dan panti asuhan maupun rumah sakit. Bagaimana amal usaha tersebut bisa dijadikan media dan sarana kaderisasi, pemantapan dan penguatan ideologi Muhammadiyah demi terwujudnya Islam yang sebenar-benarnya.
Faktor terakhir adalah kurangnya solidaritas sosial, ekonomi dan politik. Pada tiga aspek ini, nampaknya Muhammadiyah agak kurang begitu memperhitungkan. Misal saja, gerakan solidaritas sosial dengan mendakwahkan gerakan jamaah. Sayangnya, program tersebut nampaknya juga kurang maksimal. Demikian pula, pada aspek ekonomi, kritik Kyai Ahmad Dahlan atas orang Sholat yang lalai terhadap fakir miskin melalui kajian Surat Al-Maun yang akhirnya dikenal dengan peristiwa “Geger Ar-Raita”, merupakan penanda betapa pentingnya kontribusi ekonomi bagi umat. Dalam konteks politik, aspirasi warga Muhammadiyah khususnya dan umat Islam secara menyeluruh tentu juga butuh perhatian dan penyalur lidah warga Muhammadiyah dengan semangat ikhlas dan menjunjung nilai-nilai keadilan sosial serta kemanusiaan. Bukan “rebutan” jabatan dan kursi kekuasaan yang bersifat sementara.
Akhirnya, sebagai penutup tulisan ini, penulis berharap gesekan ideologis, kepentingan politik dan perbedaan lainnya hendaknya disikapi dengan bijak. Sebab, perbedaan acapkali menjadi titik api terjadinya konflik sosial yang meresahkan dan mengkhawatirkan banyak pihak. Perdamaian dengan mentradisikan budaya dialog sudah laiknya disadari, dibangun dan dibudayakan demi mewujudkan masyarakat Indonesia multikultural yang senantiasa mencintai persahabatan dan perdamaian. Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid atau pembaharuan senantiasa perlu terus menyalakan api semangat berlomba-lomba dalam kebaikan dan mencerahkan peradaban dunia. Wallahu a’lam.***
Biodata Penulis
Choirul Mahfud, adalah aktivis Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM), Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surabaya (FAI-UMS) dan Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Agama dan Sosial (LKAS) Surabaya. Penelitiannya mengenai multikulturalisme, agama dan politik menyebar di berbagai media massa baik lokal, nasional maupun internasional. Diantaranya di Washington Post, the Jakarta Post, CG News-PiH, Kompas, Jawa Pos, Suara Muhammadiyah dan lain-lain. Buku masterpiece-nya yang berjudul “Pendidikan Multikultural” diterbitkan oleh Penerbit Pustaka Pelajar Jogjakarta (2006) tidak sampai dua bulan telah terjual habis menjadi bestseller. Kini, selain mengajar juga masih aktif menulis, berdiskusi dan berseminar di berbagai forum lokal, nasional maupun internasional. Bila mau menghubungi, silahkan kirim ke Email: mahfudjatim@yahoo.com

Drs. RB. Khatib Pahlawan Kayo
Ketua PWM Sumbar 05 – 010

Di tengah-tengah kegalauan situasi politik saat ini dan rapuhnya keteladanan para tokoh, ada keprihatinan tersendiri para pengamat terhadap Muhammadiyah, apakah organisasi yang didirikan oleh K.H.Ahmad Dahlan ini akan tetap eksis dan selamat dalam menelusuri jalan hidupnya yang semakin berliku, terjal dan licin yang belum jelas kapan berakhirnya. Namun di sisi lain tidak sedikit pula yang memuji keberanian dan ketegasan Muhammadiyah dalam mempertahankan keyakinannya seperti apa yang terjadi pada sidang isbat penetapan hari raya Idul Fitri tahun 1432 H yang lalu dan kemudian menetapkan untuk tidak ikut lagi dalam sidang sejenis dalam tahun 1433 H.

Bukan hanya itu, banyak lagi bukti lain seperti apa yang diperjuangkan Muhammadiyah selama ini justeru merupakan mata rantai dokumen sejarah, bahwa pembaharuan pemikiran yang dibawa Muhammadiyah mendapat dukungan positif dari banyak kalangan intelektual dan akademisi tak terkecuali yang tadinya ragu-ragu bahkan menolaknya, tapi kemudian menjadi pengawal dan pembelanya. Kondisi itu menjadi semakin kuat karena Allah juga memperlihatkan keberpihakkan-Nya terhadap setiap kebenaran yang terlebih dahulu harus ditegakkan dengan penuh perjuangan dan kejujuran meskipun sarat dengan berbagai tantangan dan ujian.

Dukungan yang mengalir terhadap Muhammadiyah tentu bukan tidak beralasan, sekurang-kurangnya orang melihat betapa sepak terjang pemikiran yang dikembangkan dan amal usaha yang didirikan Muhammadiyah secara bersungguh-sungguh telah membawa manfaat untuk masyarakat luas. Mereka menyaksikan betapa gigih dan ter-ujinya semangat ber-fastabiqul khairaat yang dimiliki warga Muhammadiyah dalam menggeluti amal usaha tersebut yang bukan pekerjaan gampang karena tidak semua orang mampu melakukannya. Para pendukung dan pemerhati juga menyadari betapapun kecilnya amal usaha itu pasti memerlukan kemampuan manajemen yang solid dan kesabaran yang luar biasa, lebih-lebih untuk menggerakkan tenaga yang jumlah besar sukarela tanpa digaji, bersamaan dengan itu juga harus mencari dana yang tidak sedikit untuk memenuhi kebutuhan hidup amal usaha yang begitu banyak, seperti Sekolah/Madrasah, Panti Asuhan, Rumah Sakit, Rumah Bersalin, Penyantunan fakir miskin, Masjid, Mushalla, sampai perguruan tinggi dan sebagainya.

Apalagi yang digerakkan oleh Muhammadiyah ruang lingkupnya teramat luas, bukan hanya amal usaha dalam bentuk bangunan-bangunan fisik seperti yang disebutkan di atas, melainkan secara simultan juga harus memikirkan bagaimana sumber daya manusianya yang senantiasa perlu ditingkatkan, baik kecerdasan maupun wawasan keilmuan, komitmen dan kompetensinya untuk bisa tumbuh dan berkembang sejalan dengan dinamika kehidupan di era globalisasi yang semakin kompetitif.

Saat ini bukanlah pekerjaan ringan mengajak masyarakat untuk istiqamah dalam mempertahakan aqidah yang bersih dari syirik, khurafat dan tahayul, dan bukanlah pula mudah untuk menyelamatkan warga dari ibadah yang bebas dari pencemaran bid’ah dan tipu daya aliran sesat. Begitu pula jangan dikatakan pekerjaan enteng membawa pribadi dan keluarga berperilaku akhlaqul karimah yang jauh dari pengaruh gaya hidup modern ala barat yang sekuler. Sama halnya tidaklah gampang mengajak masyarakat untuk berdakwah dalam koridor bermu’amalah yang sesuai dengan Al Qur’an dan Al Sunnah. Semuanya itu memerlukan kemampuan leadership dan management yang handal dan profesional.

Sekarang tidaklah heran bila banyak teman yang dulu bersemangat untuk sama-sama berjuang dalam barisan dakwah amar ma’ruf nahi munkar, kini tidak peduli bahkan membelakang tanpa hirau. Bagitu pula banyak hartawan dermawan mulai menurun dukungannya kepada ormas-ormas keagamaan, sejalan dengan melemahnya kharismatik para pemimpin dan ulama. Kini semakin banyak aghinya’ mempertanyakan kredibilitas para pengurus masjid dan pengelola zakat, infaq dan shadaqah, bersamaan dengan kurang pekanya para pengelola terhadap kritik dan tidak akuntabelnya laporan keuangan. Akhirnya gerak dakwah semakin melemah, kegairahan berorganisasi semakin menurun. Di sisi lain gaya hidup modern yang larut dalam efouria politik, hedonistik dan materialistik tanpa filter semakin meluas dan merata, baik di kota maupun desa, sehingga banyak yang tenggelam dibawa arus. Biasa kita lihat saat ini kader dan pemimpin yang mudah berpindah-pindah kapal untuk berlayar, namun tujuan semakin semu, karena orientasi tidak lagi murni karena Allah melainkan karena berbagai kepentingan dan kebutuhan yang sifatnya jangka pendek dalam skala yang sangat terbatas.

Kondisi demikian saat ini hampir menyeluruh, tidak saja dalam persyarikatan Muhammadiyah, tapi merata hampir di seluruh wadah. Namun sebagai sebuah organisasi dakwah yang mengusung faham tajdid sejak satu abad yang lalu, Muhammadiyah telah bertekad tidak akan pernah mundur dan menyerah, karena Muhammadiyah yakin bahwa “setiap orang beriman yang benar-benar menolong agama Allah, Allah akan menolongnya dan memperkuat kedudukannya”. (Q.S. 47 : 7). Dan lebih meyakini lagi bahwa bagi siapa yang tetap bersungguh-sungguh berjuang di jalan-Nya untuk meraih keridhaan-Nya, Allah juga akan membukakan berbagai jalan untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan. (Q.S. 9 : 69).

Sepertinya pengalaman itulah yang dirasakan oleh Muhammadiyah dalam mendayung bahtera organisasinya lebih dari satu abad. Memang pahit getir, onak dan duri tidak pernah hilang bahkan telah menjadi sarapan paginya, tantangan dan rintangan silih berganti telah menjadi pakaiannya, tekanan dan intimidasi telah menjadi tradisi membakar semangatnya. Namun di balik itu semua, nikmat, rahmat dan karunia Allah yang dirasakan juah lebih besar, karena bagi Muhammadiyah keberhasilan amal usaha yang didirikannya, kemudian dapat membebaskan kaum dhu’afa’ dari kemiskinan, mencerdaskan bangsa dari kebodohan dan keterbelakangan dan mencerahkan umat menghadapi kemajuan benar-benar merupakan kepuasan hati dan kenikmatan jiwa yang tak terkira, meskipun jauh dari kehidupan yang mewah dengan harta yang melimpah, dan dengan berbagai kedudukan dan kekuasaan.

Alhamdulillah dengan prinsip hidup yang demikian, tidak sedikit anak-anak yatim yang disantuni di berbagai panti asuhan Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah yang kemudian menjadi orang besar dan berguna bagi bangsa dan tanah air. Tidak sedikit pula alumni sekolah/madrasah Muhammadiyah/’Aisyiyah sejak dari TK Bustanul Athfal sampai Perguruan Tinggi telah mengabdi untuk kepentingan masyarakat dan bangsa. Begitu pula cukup terbilang tokoh intelektual, ulama dan muballigh Muhammadiyah yang tampil sebagai pemimpin umat yang mencerahkan. Semuanya itu merupakan karunia Allah Swt yang luar biasa karena dengan izin-Nya Muhammadiyah dapat berusia panjang dan sejalan dengan itu dapat pula berbuat kebajikan yang beragam jumlahnya.

Orang-orang yang cerdas dan mampu membaca sejarah, tentu tahu bahwa Muhammadiyah di samping ikut membidani kelahiran republik ini, juga merupakan pilar kekuatan bangsa yang telah teruji kesetiaan dan keikhlasannya, sehingga tanpa ragu ikut memberi warna terhadap pertumbuhan dan perkembangan bangsa ini dengan berbagai upaya pembangunan seperti bidang pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi dan bidang-bidang lainnya yang tak pernah henti hingga sekarang dan untuk masa datang, insya Allah.

Kini, dalam usianya memasuki abad ke-2, Muhammadiyah juga bertekad akan terus melanjutkan kiprahnya, meskipun dirasakan betapa berat dan besarnya tanggung jawab yang harus dipikul di masa datang, ibaratnya “Muhammadiyah akan berlayar di tengah karang”. Harapan kita tentu mudah-mudahan kepemimpinan Muhammadiyah saat ini betul-betul didukung oleh personil yang memenuhi harapan umat. Hendaknya mereka yang benar-benar ikhlas, sehat fisik dan mental, kuat aqidah dan tertib ibadah, amanah, cerdas, berilmu dan berpengalaman luas memimpin persyarikatan, punya waktu yang cukup dan berakhlaq mulia serta punya kemampuan ekonomi dan juga memahami karakteristik Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam, Gerakan Dakwah dan Gerakan Tajdid, di samping memiliki kekuatan “uswatun hasanah” baik pribadi maupun keluarganya.

Dengan demikian, mudah-mudahan Muhammadiyah tetap kuat dan berhasil membina kadernya yang siap meningkatkan kualitas amal usahanya untuk mendukung perjuangan mencapai “Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” menuju “Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafur”. [Majalah Tabligh edisi Dzulqaidah - Dzulhijjah 1433 H]
Oleh Dr. H. Haedar Nashir M.Si

Indonesia sebagai Negeri Muslim terbesar di dunia sesungguhnya merupakan ladang subur bagi gerakan - gerakan dakwah untuk menyemai benih - benih ajaran Islam sehingga melahirkan buah peradaban yang utama. Nusantara yang dulu mayoritas beragama Hindu dan kepercayaan lokal berubah total menjadi negeri dengan penduduk terbesar umat Islam. Hal itu tidak terlepas dari cara berdakwah yang mampu memikat hati dan menawarkan jalan hidup yang memberi harapan terbaik bagi masyarakat di negeri kepulauan ini.

Islam laksana matahari yang menyinari bumi Indonesia sehingga anugerah iman umatnya tetap terawat subur sampai sekarang. Sungguh tak ada perubahan yang signifikan pada prosentase kepemelukan agama di negeri ini, hingga umat Islam tetap mayoritas dengan 88,21% (Sensus 2010) dibandingkan penganut agama-agama lain. Peluruhan prosentase hanya di kisaran satu. Sehingga masih tetap memberi jaminan pada kepemelukan agama Islam dan tentu saja masih bisa ditingkatkan lagi dengan usaha-usaha dakwah yang lebih unggul.

Karenanya pertu meninjau ulang dan memperbarui pesan, pendekatan, strategi, dan langkah-Iangkah dakwah Islam agar selain mampu merawat jumlah kepemelukan sekaligus secara kualitas menjadikan pemeluk Islam sebagai umat terbaik (khair al-ummah) di negeri ini. Dakwah Islam harus benar-benar mencerahkan Indonesia. Di sinilah pentingnya dakwah pencerahan yang menyinari penduduk negeri, sehingga Indonesia menjadi negara dan bangsa yang berkemajuan.

Dakwah Pencerahan

Dakwah pencerahan ialah usaha-usaha menyebarluaskan dan mewujudkan ajaran Islam sehingga melahirkan perubahan ke arah yang lebih baik, unggul, dan utama dalam kehidupan pemeluknya dan menjadi rahmat bagi masyarakat luas di semesta alam. Dakwah pencerahan dalam setiap usahanya bersifat membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan di segala bidang dan Iingkup menuju raihan terwujudnya peradaban yang utama. Dakwah yang demikian memertukan pembaruan terus-menerus sehingga bersifat unggul dan alternatif.

Dakwah pencerahan sesungguhnya senapas dengan juwa dan konsep dakwah itu sendiri. Dakwah itu sifatnya mengeluarkan umat manusia dari segala bentuk kegelapan-kejahiliyahan menuju pada keadaan terang-benderang atau takhrij min al­ dhulumat ila al-nur (AS AI-Baqarah: 257). Itulah dakwah yang berwatak tanwir, yakni dakwah pencerahan. Sejatinya, dengan sifatnya yang demokratis dan membawa perubahan menuju ke jalan Allah yang menyelamatkan kehidupan umat manusia di dunia dan akhirat, maka dakwah itu memang harus mencerahkan.

Sebaliknya, bukanlah dakwah kalau tidak menyinari atau tidakmencerahkan kehidupan, baik kehidupan para pemeluknya maupun umat manusia keseluruhannya. Dakwah secara konseptual merupakan usaha mengajak pada Islam secara demokratis, bukan monolitik dan paksaaan.

Tak ada sebuah istilah yang paling demokratis dalam mozaik ajaran Islam kecuali kata dakwah. Dakwah berasal dari akar kata "da'a-yad'u-da'wata", artinya "memanggil", "menyeru", dan "menjamu". Yakni memanggil, menyeru, dan menjamu orang agar mau berada di jalan Allah menuju keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Artinya, dakwah dalam pandangan dan praksis apapun meniscayakan pendekatan, strategi, dan cara yang berproses secara terbuka dan timbal-balik, bukan yang tertutup dan monolitik. Dakwah itu harus cerdas-bijaksana (bil-hikmah), edukatif yang baik (wal al-mauidhat al-hasanah), dan dialogis yang unggul (wa jadil-hum bi-Iatiy hiya ahsan) sebagaimana dititahkan Allah (Qs. AI-Nahl: 125).

Adapun secara defenitif, dakwah menurut Muhammadiyah ialah "panggilan atau seruan bagi umat manusia menuju jalan Allah (Qs. Yusuf: 108) yaitu jalan menuju Islam (Qs. Ali Imran:19)". Dakwah sebagai "upaya tiap Muslim untuk merealisasikan (aktualisasi) fungsi kerisalahan dan fungsi kerahmatan". Fungsi kerisalahan dari dakwah ialah "meneruskan tugas Rasulullah (Qs. AI-Maidah: 67) menyampaikan dinul-Islam kepada seluruh umat manusia (Qs. Ali Imran: 104, 110, 114)". Sedangkan fungsi kerahmatan berarti "upaya menjadikan (mengejawantahkan,mengaktualkan, mengoperasionalkan) Islam sebagai rahmat (penyejahtera, pembahagia, pemecah persoalan) bagi seluruh manusia (Qs. AI-Anbiya: 107)".

Karenanya, setiap usaha dakwah Islam oleh siapa, kapan, dan di mana pun haruslah membawa pencerahan dari keadaan "al-dlulumat" atau sistem yang gelap-gulita kepada kondisi yang serba "al-nur" atau penuh cahaya yang terang di segala lapangan kehidupan. Dalam bidang sosial-politik, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan aspek-aspek lainnya melalui dakwah harus terbangun kehidupan umat manusia setahap demi seta hap menuju pada kondisi yang cerah dan mencerahkan. Di sinilah jiwa, pikiran, dan langkah dakwah pencerahan menuju Indonesia bekemajuan. Melaui dakwah haruslah terjadi bahwa Islam benar -benar menjadi rahmatan 1iI-'alamin di Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya.

Kepada umat Islam sendiri usaha-usaha dakwah itu harus mencerahkan. Jika umat Islam sebagai mayoritas masih jauh dari ajarannya, tertinggal di banyak bidang kehidupan, besar kuantitas tetapi minim kualitas, merasa asing di rumahnya sendiri, sulit bersatu dan masih saling bermusuh-musuhan, serta kalah dalam banyak hal dari umal atau bangsa lainnya maka berarti. usaha-usaha dakwah Islam belum bersifat mencerahkan. Apalagi manakala atasnama dakwah terjadi pemunduran kehidupan umat, maka dakwah seperti itu secara tidak disadari bersifat penggelapan, yang tentu saja bertentangan dengan jiwa dan prinsip dakwah sendiri.

Gerakan Pencarahan
Dakwah pencerahan atau dakwah yang mencerahkan dalam perspeklif Muhammadiyah melahirkan gerakan pencerahan. Gerakan pencerahan ini bagi Muhammadiyah sesungguhnya bukan akan, tetapi telah dimulai sejak Kiai Haji Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah seabad yang silam. Kehadiran Muhammadiyah melalui gerakan tajdid atau pembaruannya tidak lain sebagai wujud dakwah dan gerakan pencerahan. Gerakan mengembalikan umat pada sumber ajaran AI-Quran dan Sunnah Nabi yang murni dengan mengembangkan ijtihad di banyak bidang kehidupan merupakan aktualisasi dari dakwah pencerahan.Demikian pula dalam hal pelurusan arah kiblat, pembaruan sistem pendidikan, pemberdayaan masyarakat dhu'afa­mustadl'afin melalui AI-Ma'un, mendirikan gerakan perempuan Islam berkemajuan yakni Aisyiyah, serta berbagai dakwah bi Iisan dan bil-hal yang bersifat maju lainnya sungguh merupakan wujud nyata dari gerakan Muhammadiyah dalam menghadirkan dakwah pencerahan. Muhammadiyah bahkan terlibat aklif dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan dan pada langgal17 Aguslus 945 terlibat aktif dalam meletakkan fondasi berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Muhammadiyah bukan hanya berkeringat deras, telapi bahkan menjadi pendiri Republik ini.

Karenanya kini para anggota, mubalig, aktivis, dan pimpinan Muhammadiyah di mana pun termasuk yang berada di, Organisasi Otonom, Majelis, Lembaga, Amal Usaha, dan seluruh lingkungan Persyarikatan harus secara masif menggerakkan kembali jiwa, pikiran, dan langkah-Iangkah dakwah pencerahan ke dalam gerakan pencerahan saat ini di negeri tercinta ini. Gerakan pencerahan sebagai aktualisasi dakwah pencerahan dalam Muhammadiyah digelorakan kembali pada Muktamar ke­ 46 tahun 2010 di Yogyakarta sebagaimana terkandung dalam "Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua". Dinyatakan, bahwa Muhammadiyah pada abad kedua berkomilmen kuat untuk melakukan gerakan pencerahan.Gerakan pencerahan (tanwir) merupakan praksis Islam yang berkemajuan untuk membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan. Gerakan pencerahan dihadirkan untuk memberikan jawaban atas problem-problem kemanusiaan berupa kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan, dan persoalan-persoalan lainnya yang bercorak struktural dan kullural. Gerakan pencerahan menampilkan Islam untuk menjawab masalah kekeringan ruhani, krisis moral, kekerasan, terorisme, konflik, korupsi, kerusakan ekologis, dan bentuk-bentuk kejahatan kemanusiaan. Gerakan pencerahan berkomitmen untuk mengembangkan relasi social yang berkeadilan tanpa diskriminasi, memuliakan martabat manusia laki-Iaki dan perempuan, menjunjung tinggi toleransi dan kemajemukan, dan membangun pranata sosial yang utama.

Dengan gerakan pencerahan Muhammadiyah terus bergerak dalam mengemban misi dakwah dan tajdid untuk menghadirkan Islam sebagai ajaran yang mengembangkan sikap tengahan (wasithiyah), membangun perdamaian, menghargai kemajemukan, menghormati harkat martabat kemanusiaan laki-Iaki maupun perempuan, mencerdaskan kehidupan bangsa, menjunjung tinggi akhlak mulia, dan memajukan kehidupan umat manusia. Komitmen Muhammadiyah tersebut menunjukkan karakter gerakan Islam yang dinamis dan progresif dalam menjawab tantangan zaman, tanpa harus kehilangan identitas dan rujukan Islam yang autentik.
Muhammadiyah dalam melakukan gerakan pencerahan berikhtiar mengembangkan strategi dari revitalisasi (penguatan kembali) ke transformasi (perubahan dinamis) untuk melahirkan amal usaha dan aksi-aksi sosial kemasyarakatan yang memihak kaum dhu'afa dan mustadh'afin serta memperkuat civil society (masyarakat madani) bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa.

Dalam pengembangan pemikiran Muhammadiyah berpijak pada koridor tajdid yang bersifat purifikasi dan dinamisasi, serta mengembangkan orientasi praksis untuk pemecahan masalah kehidupan. Muhammadiyah mengembangkan pendidikan sebagai strategi dan ruang kebudayaan bagi pengembangan potensi dan akal-budi manusia secara utuh. Sementara pembinaan keagamaan semakin dikembangkan pada pengayaan nilai-nilai akidah, ibadah, akhlak, dan mu'amalat-duniawiyah yang membangun keshalihan individu dan sosial yang melahirkan tatanan sosial baru yang lebih religius dan humanistik.

Dalam gerakan pencerahan, Muhammadiyah memaknai dan mengaktualisasikan jihad sebagai ikhtiar mengerahkan segala kemampuan (badlul-juhdi) untuk mewujudkan kehidupan seluruh umat manusia yang maju, adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat. Jihad dalam pandangan Muhammadiyah bukanlah perjuangan dengan kekerasan, konflik, dan permusuhan. Umat Islam dalam berhadapan dengan berbagai permasalahan dan tantangan kehidupan yang kompleks dituntut untuk melakukan perubahan strategi dari perjuangan melawan sesuatu (ai-jihad Ii-al-muaradhah) kepada perjuangan menghadapi sesuatu (ai-jihad Ii-al-muwajahah) dalam wujud memberikan jawaban-jawaban alternatif yang terbaik untuk mewujudkan kehidupan yang lebih utama.

Adapun dalam kehidupan kebangsaan Muhammadiyah mengagendakan revitalisasi visi dan karakter bangsa, serta semakin mendorong gerakan mencerdaskan kehidupan bangsa yang lebih luas sebagaimana cita-cita kemerdekaan. Dalam menghadapi berbagai persaingan peradaban yang tinggi dengan bangsa-bangsa lain dan demi masa depan Indonesia yang lebih maju maka diperlukan transformasi mentalitas bangsa kearah pembentukan manusia Indonesia yang berkarakter kuat. Manusia yang berkarakter kuat dicirikan oleh kapasitas mental yang membedakan dari orang lain seperti keterpercayaan, ketulusan, kejujuran, keberanian, ketegasan, ketegaran, kuat dalam memegang prinsip, dan sifat-sifat khusus lainnya yang melekat dalam dirinya. Sementara nilai-nilai kebangsaan lainnya yang harus terus dikembangkan adalah nilai-nilai spiritualitas, solidaritas, kedisiplinan, kemandirian, kemajuan, dan keunggulan.
HAKIKAT MUHAMMADIYAH
Perkembangan masyarakat Indonesia, baik yang disebabkan oleh daya dinamik dari dalam ataupun karena persentuhan dengan kebudayaan dari luar, telah menyebabkan perubahan tertentu. Perubahan itu menyangkut seluruh segi kehidupan masyarakat, diantaranya bidang sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan, yang menyangkut perubahan strukturil dan perubahan pada sikap serta tingkah laku dalam hubungan antar manusia.
Muhammadiyah sebagai gerakan, dalam mengikuti perkembangan dan perubahan itu, senantiasa mempunyai kepentingan untuk melaksanakan amar ma'ruf nahi-mungkar, serta menyelenggarakan gerakan dan amal usaha yang sesuai dengan lapangan yang dipilihnya ialah masyarakat, sebagai usaha Muhammadiyah untuk mencapai tujuannya: "menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah SWT.
Dalam melaksanakan usaha tersebut, Muhammadiyah berjalan diatas prinsip gerakannya, seperti yang dimaksud di dalam Matan Keyakinan Cita-cita Hidup Muhammadiyah.
Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah itu senantiasa menjadi landasan gerakan Muhammadiyah, juga bagi gerakan dan amal usaha dan hubungannya dengan kehidupan masyarakat dan ketatanegaraan, serta dalam bekerjasama dengan golongan Islam lainnya.
MUHAMMADIYAH DAN MASYARAKAT
Sesuai dengan khittahnya, Muhammadiyah sebagai Persyarikatan memilih dan menempatkan diri sebagai Gerakan Islam amar-ma'ruf nahi mungkar dalam masyarakat, dengan maksud yang terutama ialah membentuk keluarga dan masyarakat sejahtera sesuai dengan Dakwah Jamaah.
Di samping itu Muhammadiyah menyelenggarakan amal-usaha seperti tersebut pada Anggaran Dasar Pasal 4, dan senantiasa berikhtiar untuk meningkatkan mutunya

Penyelenggaraan amal-usaha, tersebut merupakan sebagian ikhtiar Muhammadiyah untuk mencapai Keyakinan dan Cita-Cita Hidup yang bersumberkan ajaran Islam dan bagi usaha untuk terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah SWT.
MUHAMMADIYAH DAN POLITIK
Dalam bidang politik Muhammadiyah berusaha sesuai dengan khittahnya: dengan dakwah amar ma ma'ruf nahi mungkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya, Muhammadiyah harus dapat membuktikan secara teoritis konsepsionil, secara operasionil dan secara kongkrit riil, bahwa ajaran Islam mampu mengatur masyarakat dalam Negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 menjadi masyarakat yang adil dan makmur serta sejahtera, bahagia, materiil dan spirituil yang diridlai Allah SWT. Dalam melaksanakan usaha itu, Muhammadiyah tetap berpegang teguh pada kepribadiannya
Usaha Muhammadiyah dalam bidang politik tersebut merupakan bagian gerakannya dalam masyarakat, dan dilaksanakan berdasarkan landasan dan peraturan yang berlaku dalam Muhammadiyah.
Dalam hubungan ini Muktamar Muhammadiyah ke-38 telah menegaskan bahwa:
Muhammadiyah adalah Gerakan Dakwah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan dan tidak merupakan afiliasi dari sesuatu Partai Politik atau Organisasi apapun
Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan Muhammadiyah.
MUHAMMADIYAH DAN UKHUWAH ISLAMIYAH
Sesuai dengan kepribadiannya, Muhammadiyah akan bekerjasama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan Agama Islam serta membela kepentingannya.
Dalam melakukan kerjasama tersebut, Muhammadiyah tidak bermaksud menggabungkan dan mensubordinasikan organisasinya dengan organisasi atau institusi lainnya.
DASAR PROGRAM MUHAMMADIYAH
Berdasarkan landasan serta pendirian tersebut di atas dan dengan memperhatikan kemampuan dan potensi Muhammadiyah dan bagiannya, perlu ditetapkan langkah kebijaksanaan sebagai berikut:
Memulihkan kembali Muhammadiyah sebagai Persyarikatan yang menghimpun sebagian anggota masyarakat, terdiri dari muslimin dan muslimat yang beriman teguh, ta'at beribaclah, berakhlaq mulia, dan menjadi teladan yang baik di tengah-tengah masyarakat.
Meningkatkan pengertian dan kematangan anggota Muhammadiyah tentang hak dan kewajibannya sebagai warga negara, dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan meningkatkan kepekaan sosialnya terhadap persoalan-persoalan dan kesulitan hidup masyarakat
Menepatkan kedudukan Persyarikatan Muhammadiyah sebagai gerakan untuk melaksanakan dakwah amar-ma'ruf nahi-mungkar ke segenap penjuru dan lapisan masyarakat serta di segala bidang kehidupan di Negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945.


MAKALAH AQIDAH-AQIDAH POKOK DAN CABANG



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang        
           Tak terasa sudah sejak lama kita menjadi seorang muslim. Nikmat yang besar ini patut kita syukuri, karena kenikmatan inilah yang akan menentukan kebahagiaan dan kesengsaraan kita di hari akhir nanti. Dalam makalah ini kita sebagai pemakalah tidak ingin menanyakan “sejak kapan kita masuk islam” karena jawaban dari pertanyaan ini bukanlah suatu yang paling mendasar. Namun pertanyaan paling penting yang harus kita renungkan adalah “sudah sejauh manakah kita telah memahami dan mengamalkan ajaran kita ini?” pertanyaan inilah yang paling penting  yang harus direnungkan dan dijawab, karena jawaban pertanyaan ini yang nantinya sangat menentukan kualitas keislaman dan ketaqwaan kita.

B.     Rumusan Masalah
      Dari uraian latar belakang masalah diatas, makalah ini dapat kita rumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
1.     Apa pengertian akidah itu?
2.      Apa itu akidah pokok dan akidah cabang dalam islam?

C.    Tujuan Penulisan     
Dari uraian latar belakang masalah diatas, makalah ini dapat kita simpulkan tujuan masalah sebagai berikut :
   1.  Untuk memenuhi tugas mata kuliah akidah ilmu kalam.
2. Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai mata kuliah akidah ilmu   kalam.
3.   Untuk memahami aqidah-aqidah pokok dan cabang.



BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Akidah
Secara etimologis akidah berasal dari kata ‘aqada- ya’qidu- ‘uqdatan- ‘aqidatan. Artinya simpul, ikatan atau perjanjian. Jadi aqidah adalah keyakinan yang tersimpul kuat didalam hati bersifat mengikat dan mengandung perjanjian. Para ulama’ mendefinisan aqidah sebagai“sesuatu yang terikat kepadanya hati dan hati nurani.” Dalam Al-qur’an kata “aqidah” diartikan sebagai : “wahai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu” Sedangkan secara terminologi akidah adalah suatu pokok atau dasar keyakinan yang harus dipegang  teguh oleh orang  yang mempercayainya. dan dalam hal ini Allah SWT telah mejelaskan melalui firman-Nya dalam surah Al-Ikhas ayat satu dan dua. Yang artinya “ Katakanlah Dia-Lah Allah, Yang Maha Esa. Allah Adalah Tuhan Yang Bergantung Kepada-Nya Segala Sesuatu.” QS Al-Ikhlas  ([112]: 1-2)
Dalam surah Al-Ikhlas ayat satu dan dua di atas telah di beritakan atau di jelaskan bahwa, kita di suru untuk meyakini bahwa tiada Tuhan selain Allah SWT, dan hanya satu-satunya Tuhan yang patut di sembah oleh seluruh umat manusia dan untuk umat Nabi Muhammad pada khususnya. Dan Allah juga tuhan yang berdiri sendiri, yang tidak bergantung pada satu apapun. Dia Tuhan Yang Maha Esa, yang menciptakan langit dan bumi, tidak ada Tuhan selain Allah  SWT, yang pernah kita kenal, seperti Tuhan matahari, tuhan patung atau berhala, tuhan kayu pada pohon yang besar yang di yakaini kekeramatnya.
            Akidah islam adalah iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya dan hari akhir juga pada qadha’ dan qadar baik-buruk dari Allah SWT. Dan ini yang di sebut aqida-aqida pokok dalam ajaran agama islam. Iman inin sendiri bermakna pembenaran yang pasti, yang sesuai dengan kenyataan yang mencul dari dalil dan bukti. Pasti artinya seratus persen kebenaranya atau kekakinannya tanpa ada keraguan sedikitpun. Sesuai dengan fakta artinya hal yang di imani tersebut memang benar adanya, bukan di ada-adakan (missal: keberadaan Allah, kebenaran Al-Qur’an Dll). Muncul dari suatu dalil artinya keimanan tersebut memiliki hujjah/dalil tertentu. Tanpa dalil sebenarnya tidak aka ada pembenaran yang bersifat pasti.
            Suatu dalil untuk masalah iman, adakalahnya bersifat ‘aqli dan atau naqli, bergantung pada perkara yang di imani. Jika perkara itu masih dalam jangkauan panca indra/akal maka dalil keimanannya bersifat ‘aqli namun, jika di luar jangkauan panca indra maka ia di dasarkan pada dalil naqli. Hanya saja perlu di ingat bahwa penentuan sumber suatu dalil naqli juga di tetapkan dengan jalan ‘aqli. Artinya, penentuan sumber dalil naqli tersebut di lakukan melalui penyelidikan untuk menentukan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh di jadikan sebagai sumber dalil naqli. Oleh karna itu, semua dalil tentang akidah pada dasarnya di sandarkan pada metode ‘aqliyah.
Dan dalam hal ini Menurut  Hasan Al-Banna, aqa’id (jama’ akidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan. Dan Menurut Abu Bakar Jabir Al-Jazairy, akidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia baik secara akal, dan fitroh. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia didalam hati serta diyakini keshahihannya dan keberadaannya secara pasti.

v  Menurut imam safi’I berkata:
Ketahuailah bahwa kewajiban pertama bagi seorang mukallaf adalah berfikir dan mencari dalil untuk makrifat kepada Allah SWT. Artinya berfikir adalah melakukan penalaran dan perenungan qalbu dalam kondisi orang berfkir tersebut di tuntut untuk makrifat kepada Allah. Dengan cara seperti itu, ia bias sampai pada makrifat terhadap hal-hal yang ghaib dari pengamatannya dengan indra dan ini merupakan satu keharusan. Hal ini merupakn suatu kewajiban dalam bidang ushuluddin.[1]



B.     Aqidah Pokok
Akidah pada masa Nabi masih dapat dipertahankan, yaitu ada akida pokok dan akidah cabang, dan dalam pembahasan akidah pokok yaitu Rukun Iman antara lain:
a.      Iman kepada Allah
Ketika kita mengaku sebagai umat islam dan telah mengucapkan dua kalimat syahadat ataupun kita sbagai umat islam islam keturunan. Wajib kita percaya akan Allah Tuhan kita. Dialah Tuhan yang sebenarnya, yang menciptakan segala sesuatu dan Dialah yang pasti adanya. Dialah yang pertama tanpa permulaan dan yang akhir tanpa penghabisan. Tiada sesuatu yang menyamai-Nya. Yang Esa tentang ketuhana-Nya, sifat-sifat-Nya dan perbuata-Nya. Yang hidup dan pasti ada dan mengadakan segala yang ada. Yang Mendengar Dan Melihat. Dan Dialah yang berkuasa atas segala sesuatu. Perihalnya apabila Ia menghendaki sesuatu yang Ia Sabdakan: “ jadilah”! maka jadilah sesuatu itu. Dan Dia mengetahuai segala yang mereka kerjakan. Yang bersabda dan memiliki segala sifat kesempurnaan. Yang suci dari sifat mustahil dan segala kekurangan. Dialah yang menjadikan segala sesuatu menurut kemauan dan kehendak-Nya. Segala sesuatu ada di tangan-Nya dan pada-Nya akan kembali. Namun perlu di perhatikan bahwa Allah tidak menyuruh kita membicarakan hal-hal yang tidak tercapai oleh akal dalam hal kepercayaan.
Sebab akal manusia tidak mungkin mencapai ke pengertian tentang Dzat Allah Dan hubungannya dengan sifat-sifat yang ada pada-Nya. Maka janganlah engkau membicarakan hal itu. Tak ada kesangsian tentang adanya. “ adakah orang ragu tentang Allah.? Yang menciptakan langit dan bumi”? (QS Ibrahim :10). Memang Al-Qur’an telah menutup pintu pemikiran dalam membicarakan hal yang tak mungkin tercapai oleh akal dengan firmanya yang berbunyi: “ tiada sesuatu yang serupa dengan-Nya”. (QS Syura: 11). Diapun telah menjelaskan bahwa kekuatan akal itu terbatas dan bahwa dia meliputi semua manusia, dalam Firma-Nya “Dia tahu segala yang ada di muka dan di belakang mereka sedang pengetahuan mereka tak mungkin mendalaminya”. (QS Thaha: 110 ). Bagi oranmg mukmin memadailah bila mereka memikirkan segala makhluk-Nya, guna membuktikan adanya, kekuasaan dan kebijaksanaan-Nya.

a.      Iman kepada Malaikat- Malaikat Allah
Kita wajib percaya, Allah itu mempunyai malaikat yang bersayap, ada yang dua, ada yang tiga dan ada yang empat. Dan mereka adalah hamba yang di muliakan yang tidak pernah menentang Allah akan perintah-Nya dan mereka senantiasa mengerjakan apa yang di perintahkan. Mereka tidak makan dan minum. Tak berjodoh dan tidur, dan sepanjang masa tidak putus-putusnya mereka mengkuduskan Tuhan. Dan masing-masing daripada mereka mempunyai kedudukan atau tugas tertentu. Ada yang memikul Arsy Tuhan ada yang menjadi utusan seperti jibril dan mikail dan ada yang mengamati serta mencatat (amal manusia), seperti yang telah di tegaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an. “Sesungguhnya Al-Qur’an itu benar-benar firman Allah yang di bawa oleh utusan yang mulia (jibril), yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah, pemilik ‘arsy, yang ditaati disana (alam malaikat) lagi di percaya (QS at-Takwir: 19-21)” Kita tidak boleh menggambarkan tentang malaikat kecuali dengan apa yang di terapkan oleh syara’/ketentuan. Namun perlu di perhatikan juga oleh Allah kita tidak di tuntut untuk mengetahui hakikat malaikat, kita hanya di perintahkan agar percaya akan adanya. Adapun para nabi, mereka pernah melihatnya dalam rupa manusia ataupun lain-lainya. Tentang hal ini beritanya telah mutawattir (meyakinkan) namun kita tidak boleh menggambarkan tentang malaikat, kecuali dengan daras keterangan dari nabi SAW. Yang sampai kepada kita dengan pemberitaan yang meyakinkan. “dan tiada seorangpun yang mengetahuai hakikat tentara (malaikat) Tuhanmu sdelaian Dia” (QS muddatstsir: 31)

b. Iman kepada kitab-kitab Allah
Kita wajib percaya bahwa Allah telah menurunkan beberapa kitab kepada Rasul-rasulnya untuk memperbaiki manusia tentang urusan dunia dan agama mereka. Seperti yang telah di paparkan dalam firman Allah SWT. “ kitab Al-Qur’an ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa (QSal-Baqarah: 2)” Diantara kitab-kitab itu, ialah Zabur kepada Nabi Daud, Taurat kepada Nabi Musa, Injil kepada Nabi Isa dan Al-Qur’an pada Nabi Muhammad yang menjadi penutup sekalian Nabi alaihimus shalatu was salam. Dan bahwa A-Qur’an adalah firman Allah  dan kitab terakhir yang diturunkan, yang memuat apa yang tidak termuat pada lainnya, mengenai syariat, budi luhur dan kesempurnaan hukum. Kita wajib percaya akan hal yang dibawa oleh Nabi s.a.w yang mutawir dan memenuhi syarat-syaratnya. Dan yang wajib kitapercayai hanyalah yang tegas-tegas saja, dengan tak boleh menambah-nambah keterangan yang sudah tegas-tegas itu. Dengan keterangan berdasarkan pertimbangan, (perkiraan), kerana firman Allah : “Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran” (QS.Yunus:36). Adapun syarat yang benar tentang kepercayaan, dalamhal ini ialah jangan ada sesuatu yang mengurangi Keagungan dan Keluruhan Tuhan, dengan mempersamakannya dengan makhluk. Sehingga andaikata terdapat kalimat-kalimat yang kesan pertama, mengarah kepada arti yang demikian, meskipun berdasarkan berita yang mutawir (meyakinkan), maka wajiblahn orang mengabaikan makna yang tersurat dan menyerahkan tafsir arti yang sebenarnya kepada Allah dengan kepercayaan bahwa yang yang terkesan pertama pada pikiran bukanlahyang dimaksudkan, atau dengan takwil yang berdasarkan alasan-alasan yang dapat diterima. Dan sebagai orang muslim patutlah kita bersyukur karna dari kitab-kitab Allah yang lain hanya Al-Qur’an yang di jaga atau di pelihara sendiri oleh Allah SWT. seperti yang telah di jelaskan dalam Al-Qur’an itu sendiri yang artinya “ sesungguhnya kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya. (QS al-Hijr: 9)”

c.  Iman kepada Rasul-Rasul Allah
Kita wajib percaya bahwa Allah Yang Maha Bijaksana telah mengutus para Rasul untuk memberi petunjuk umat manusia akan jalan yang lurus. Mereka adalah pembawa berita yang gembira dan peringatan, agar bagi manusia tiada. Alasan atau membantah pada Allah setelah diutusnya para Rasul. Para Rasul itu adalah manusia seperti kita: makan, minum dan pergi ke pasar, yang telah dipilih oleh Allah, menjadi utusannya dan mengistemewakan mereka dengan diberi wahyu. Mereka adalah orang –orang yang jujur, terpercaya menyampaikan tugas mereka dan cerdas, dapat memahami dan memahamkan. Mereka adalah manusia yang mengalami yang biasa dialami oleh orang lain selahi tak mengurangi kehormatan meraka dalam martabat mereka yang luhur. Diantara para Rasul yang tersebut nama mereka dalam Quran adalah: Adam, Idris, Nuh, Hud, Shalih, Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub, Yusuf, Luth, Ayyub, Syu’aib, Musa, Harun, Dzulkifli, Daud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa, Yunus, Zakariyah, Yahya, Isa dan Muhammad ‘alaihimus-shalatu wassalam. Seperti yang telah di jelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya, “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul; sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul (QS Ali Imran: 144)” Dan ada Rasul-rasul yang tidak dan ada rasul-rasul yang tidak di beritakan oleh Allah kepada kita. Tiada umat yang terdahulu melainkan perna kedatangan nabi. Seorang muslim beriman dan percaya bahwa Allah SWT telah memilih diantara umat manusia. Allah SWT telah mengutus para nabi serta rasul untuk membawa kabar gembira kepada umat manusia tentang kenikmatan abadi yang telah di sediakan bagi mereka yang beriman dan yang telah memperingatkan kepada mereka yang telah berbuat musyrik (kekufuran). Merekapun member teladan dan tingkah laku yang baik dan mulia pada manusia, antar lain dalam bentuk ibadah yang benar, akhlak yang terpuji serta istiqomah (berpegang teguh) pada ajaran Allah SWT.
Dan Allah telah mengokohkan mereka cengan beberapa pembuktian dan segala macam mu’jijat yang nya adalah  Namun perlu di ketahuai dan perlu menjadi perhatian adalah suatu kebenaran, bahwa kekuasaan Allah dapat menghadirkan hal-hal yang menyimpang dari hokum kebiasaan yang pernah berlaku bagi para nabi untuk menguatkan penugasaan dan penundukkan lawan-lawan mereka dan tanda kebenaran mereka terhadap mereka yang mengingkari misalnya apa yang di sebut dalam Al-Qur’an : yang tak membakar nabi Ibrahim,tongkat nabi musa yang berubah menjadi ular. Nabi isa menghidupkan kembali orang yang sudah mati. Dan di turunkan Al-Qur’an kepada nabi Muhammad SAW dan lain sebagainyayang tersebut dal;am beberapa ayat dan semua itu wajib di imankan.

d.      Iman Kepada Hari Kiamat
“Jika bumi di goncangkan dengan guncangannya (yang dahsyat) dan bumi telah mengeluarkanbeban-beban berat (yang dikandung) nya, dan manusia bertanya, ‘mengapa bumi jadi begini.? Pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena sesunggunya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya. (QS al-Zalzalah: 1-5)”
Sebagai seorang muslim yang taqwa sudah wajiblah Kita untuk yakin dan percaya akan datangnya hari kiamat, yaitu hari dimana akhir dari dunia ini, karna ini adalah salah satu point penting untuk mengokohkan keimanan kita kepada Allah SWT. Seperti dalam hadist Rasulullah SAW, bersabda dalam shahih muslim, “ketika jibril menanyakan kepada rasulullah tentang iman, Rasulullah menjawab, “hendaknya engkau mengimani Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, para Rasul-Nya, juga Hari kiamat. Hendaklah  engkau mengimani Qadar yang baik dan buruk (dari Allah)” (HR Muslim)” Hal tentang adanya hari akhir atau hari kiamat dan segala yang terjadi tentang kerusakan alam ini, telah  di beritakan oleh rasulullah SAW dengan riwayat mutawatir tentang kebangkitan dari dalam kubur, pengumpulan di padang mahsyar, pemeriksaan dan hari pembalasanm. Maka Allah member keputusan tentang perbuatan orang lalu ada yang masuk neraka selama-lamanya dan tidak keluar daripadanya, yaitu orang-orang kafirdan orang-orang musyrik dan ada yang masuk kemudian keluar dari neraka, yaitu orang-orang mukmin yang berbuat dosa. Dan ada yang masuk surge  dan kekal, yaitu orang-orang mukmin yang benar-benar. Adapun waktu dan tanda-tanda hanya Allah SWT yang tahu kapan akan terjadinya hari akhir tersebut. Seperti Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur’an. Yang artinya: “mereka bertanya kepadamu tentang hari kiamat, “kapankah terjadinya?” katakanlah, “ sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu ada pada sisi Tuhanku. Tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepada kalian melainkan dengan tiba-tiba” mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahinya. Katalkanlah, “sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu ada di sisi Allah namun kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (QS al-A’raf: 187)”

e.       Iman kepada Qada dan Qadar
                 “ketika jibril menanyakan kepada rasulullah tentang iman, Rasulullah menjawab, “hendaknya engkau mengimani Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, para Rasul-Nya, juga Hari kiamat. Hendaklah  engkau mengimani Qadar yang baik dan buruk (dari Allah)” (HR Muslim)”
Sebagia orang islam sudah sewajibnya kita percaya bahwa Allahlah yang telah menciptakan segala sesuatu dan Dialah yang telah menyuruh dan melarang, Dan perintah Allah adalah kepastian yang telah ditentukan. Dan bahwanya Allah telah menentukan segala sesuatu sebelum Dia menciptakan segala kejadian dan mengatur segala yang ada dengan pengetahuan, ketentuan, kebijaksanaan dan kehendaknya. Adapun segala yang dilakukan manusia itu semuanya atas Qadla’ dan Qadarnya. Sedang manusia sendiri hanya dapat berikthiar. Seperti firman Allah yang telah dipaparkan dalam Al-Qur’an yang artinya: “sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sehingga kaum itu sendiri merubah apa yang ada pada diri mereka. (QS ar-Ra’du: 11)” Dengan demikian, maka segala ketentuan adalah dari Allah dan usaha adalah bagian manusia. Perbuatan manusia ditilik dari segi kuasanya dinamakan hasil uasaha sendiri. Tetapi ditilik dari segi kekuasaan Allah, perbuatan manusia itu adalah ciptaan Allah. Manusia hanya dapat mengolah bagian yang Allah karuniakan padanya berupa rizki dan lain-lain.

B.     Aqidah Cabang
            Setelah berakhirnya kepemimpinan kholifah Umar bin Khattab umat islam mulai terjadi perpecahan. Kemudian muncul permasalahan yang menimbulkan terjadinya pembunuhan khalifah Ustman bin affan (th 345-656 M) oleh pemberontak yang sebagian besar dari Mesir yang tidak puas dengan kebijakan politiknya.
Awalnya peristiwa ini hanya sebuah permasalan politik yang akhirnya berkembang menjadi persoalan teologi sehingga melahirkan berbagai  aliran dengan teologi dan pandangan yang berbeda-beda. Pada masa ini umat islam tidak mampu lagi mempertahankan kesatuan dan keutuhan akidahnya, karena masing-masing berusaha membuka persoalan akidah yang sebelumnya terkunci.
Maka lahirlah cabang-cabang aqidah yang pemahaman bervariasi dari masing-masing aspek rukun iman, diantaranya :

a.      Masalah Tuhan
Dalam masalah zat tuhan muncul pendapat yang menggambarkan tuhan dengan sifat-sifat bentuk jasmani atau fisik. Sedangkan dalam masalah sifat Tuhan juga muncul persoalan, apakah Tuhan itu mempunyai sifat atau tidak. Dalam hal ini muncul 2 golongan yang berpendapat berbeda :
·         Pertama  : golongan Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat. Dia adalah Esa, bersih dari hal-hal yang menjadikannya tidak Esa. Mereka meng-EsakanTuhan dengan mengkosongkan Tuhan dari berbagai sifat-sifat.
·         Kedua : Golongan Ahlussunnah Wal Jama’ah yang diwakili oleh golongan Ay’ariyah dan Maturidiyah meyakini bahwa Tuhan mempunyai sifat yang sempurna dan tidak ada yang menyamai-Nya. Mensifati Tuhan dengan sifat-sifat kesempurnaan tidak akan mengurangi ke-Esaan-Nya.

b.      Masalah Kitab-Kitab
Permasalahan yang diikhtilafkan dikalangan orang islam ialah apakah Al-Qur’an itu Qadim (kekal) atau Hadis (baru). Golongan Asy’ariyah dan Maturidiyah berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah Qadim bukan makhluk (diciptakan). Sedangkan pendapat yang lain mengatakan bahwa Al-Qur’an tidak Qadim karena Al-Qur’an itu makhluk (diciptakan).
c.       Masalah Nabi dan Rasul
Masalah yang masih diperselisihkan dalam kaitannya dengan iman kepada para Nabi dan Rasul adalah mengenai jumlahnya. Hanya Allah yang mengetahui jumlahnya. Sebagian ulama’ mengatakan bahwa jumlah seluruhnya adalah 124.000 orang. Dari jumlah itu yang diangkat menjadi Rasul sebanyak 313 orang.

d.      Masalah Hari Kiamat
Para ulama’ telah sepakat dalam masalah adanya hari kiamat dan hal-hal yang terjadi didalamnya, hanya saja mereka ikhtilaf tentang apa yang akan yang dibangkitkan. Ada yang berpendapat bahwa yang akan dibangkitkan meliputi jasmani dan rohani, dan pendapat kedua mengatakan bahwa yang dibangkitkan adalah rohnya saja.

e.       Masalah Takdir
Dalam masalah taqdir, orang islam sepakat perlunya meyakini adanya ketentuan Allah yang berlaku bagi semua makhluk yang ada dialam semesta ini. Namun berbeda dalam memahami dan memperaktekkannya.
·         Pertama : Qodariyah berpendapat bahwa segala perbuatan manusia baik maupun buruk semuanya ditentukan oleh manusia itu sendiri. Allah tidak mempunyai  sangkut pautnya dalam hal ini karena Allah telah menyerahkan kodratnya kepada manusia. Allah akan memberi pahala kepada orang yang  telah berbuat baik, karena dia telah menggunakan kodrat yang diberikan Allah dijalan yang baik. Dan bagi orang yang berbuat  jahat maka Allah akan menyiksanya karena kodrat yang diberikan digunakn untuk jalan keburukan.
·         Kedua : kaum Jabariyyah mempunyai I’tiqod yang bertolak belakang dengan I’tiqod kaum Qodariyah. Jabariyyah berpendapat bahwa manusia tidak punya daya apa-apa karena segalanya telah ditentukan oleh Allah. Manusia tidak punya usaha, tidak punya ikhtiar sebab seluruhnya yang menentukan adalah Allah. Pendapat Jabariyyah ini dianggap menyimpang oleh golongan Ahlussunnah Waljama’ah. Memang semuanya ini ditentukan oleh Allah tetapi Allah juga telah menciptakan usaha dan ikhtiar manusia. Oleh karena itu manusia mempunyai keharusan untuk berusaha.
·         Ketiga : sebenarnya I’tiqod Ahlussunnah Waljama’ah merupakan perpaduan dari I’tiqod Jabriyyah dan Qodariyah, artinya segala sesuatu  dialam ini memang  telah ditentukan oleh Allah, namun manusia diberi kewenangan untuk melakukan ikhtiar terlebih dahulu. Seperti firman Allah yang telah dipaparkan dalam Al-Qur’an yang artinya: “sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sehingga kaum itu sendiri merubah apa yang ada pada diri mereka. (QS ar-Ra’du: 11)”.



BAB III
PENUTUP
A.          Kesimpulan
Dari pemaparan makalah diatas maka dapat kita simpulkan sebagai berikut :
1.         Akidah adalah suatu pokok atau dasar keyakinan yang harus dipegang  teguh oleh orang  yang mempercayainya. Menurut Hasan al-Banna aqa’id (jama’ akidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan.
2.         Akidah pokok adalah aqidah umata islam yang masih terpelihara dan masih murni sebagai mana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW yang tercakup didalam Arkanul Iman.
3.         Perpecahan umat islam mulai terjadi setelah berakhirnya kepemimpinan kholifah Umar bin Khattab. Kemudian muncul permasalahan yang menimbulkan terjadinya pembunuhan khalifah Ustman bin affan (th 345-656 M) oleh pemberontak yang sebagian besar dari Mesir yang tidak puas dengan kebijakan politiknya. Awalnya peristiwa ini hanya sebuah permasalan politik yang akhirnya berkembang menjadi persoalan teologi sehingga melahirkan berbagai  aliran dengan teologi dan pandangan yang berbeda-beda. Pada masa ini umat islam tidak mampu lagi mempertahankan kesatuan dan keutuhan akidahnya, karena masing-masing berusaha membuka persoalan akidah yang sebelumnya terkunci. Maka lahirlah cabang-cabang akidah yang pemahamannya bervariasi dari masing-masing aspek rukun iman.

B.           Saran
Kami menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal pengkonsolidasian  kepada dosen serta teman-teman sekalian yang kadangkala hanya  menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik dan saran  yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makah kami dilain waktu.


1. Ilmu Ushuluddin“Ushul” : pokok, fondmen, prinsip, aqidah, peraturan.“Aiddiin” : agama Ushuluddin adalah pokok-pokok atau dasar-dasar agama. Ilmu tauhid dapat pula dikatakan ilmu ushuluddin karena menguraikan pokok-pokok kepercayaan dalam agama islam.
2 .Mukallaf ialah orang yang berakal sehat dan telah baligh / telah berumur lima belas tahun atau telah mengeluarkan darah putih(air mani) meskipun dengan cara bermimpi bagi pria.Dan bagi wanita apabila telah berumur sembilan tahun, telah mengeluarkan darah haid atau telah mengeluarkan air mani, baik dengan cara persetubuhan suami istri atau dengan cara bermimpi. Orang itulah yang terkena perintah - perintah Alloh dan menjauhi larangan - larangan-Nya.







DAFTAR PUSTAKA

Alfat, Masan. dkk. 1997. Aqidah Akhlak Madrasah Tsanawiyah kelas 1. Semarang: PT. Karya Toha Putra
Ikandar, Arief B. (ed.) . 2012  . Matei Dasar Islam, Islam mulai dari akar. Bogor: Al Azhar Press
Muhammadiyah, Pimpinan Pusat.  ISBN. 2009. Himpunan Putusan Tarjih, Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Djogjakarta: Gramasurya




 

 



Diberdayakan oleh Blogger.