BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Tak terasa sudah sejak lama kita menjadi seorang muslim.
Nikmat yang besar ini patut kita syukuri, karena kenikmatan inilah yang akan
menentukan kebahagiaan dan kesengsaraan kita di hari akhir nanti. Dalam makalah
ini kita sebagai pemakalah tidak ingin menanyakan “sejak kapan kita masuk
islam” karena jawaban dari pertanyaan ini bukanlah suatu yang paling mendasar.
Namun pertanyaan paling penting yang harus kita renungkan adalah “sudah sejauh
manakah kita telah memahami dan mengamalkan ajaran kita ini?” pertanyaan inilah
yang paling penting yang harus
direnungkan dan dijawab, karena jawaban pertanyaan ini yang nantinya sangat
menentukan kualitas keislaman dan ketaqwaan kita.
B.
Rumusan Masalah
Dari uraian latar
belakang masalah diatas, makalah ini dapat kita rumuskan rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apa pengertian akidah itu?
2. Apa itu akidah pokok dan akidah
cabang dalam islam?
C. Tujuan
Penulisan
Dari uraian latar belakang masalah diatas, makalah ini dapat
kita simpulkan tujuan masalah sebagai berikut :
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah akidah ilmu
kalam.
2. Untuk menambah pengetahuan dan
pemahaman mengenai mata kuliah akidah ilmu
kalam.
3.
Untuk memahami aqidah-aqidah pokok dan cabang.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akidah
Secara etimologis akidah berasal dari kata ‘aqada- ya’qidu- ‘uqdatan-
‘aqidatan. Artinya simpul, ikatan atau perjanjian. Jadi aqidah adalah
keyakinan yang tersimpul kuat didalam hati bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.
Para ulama’ mendefinisan aqidah sebagai“sesuatu yang terikat kepadanya hati
dan hati nurani.” Dalam Al-qur’an kata “aqidah” diartikan sebagai :
“wahai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu” Sedangkan secara
terminologi akidah adalah suatu pokok atau dasar keyakinan yang harus
dipegang teguh oleh orang yang mempercayainya. dan dalam hal ini Allah
SWT telah mejelaskan melalui firman-Nya dalam surah Al-Ikhas ayat satu dan dua.
Yang artinya “ Katakanlah Dia-Lah Allah, Yang Maha Esa. Allah Adalah Tuhan Yang
Bergantung Kepada-Nya Segala Sesuatu.” QS Al-Ikhlas ([112]: 1-2)
Dalam
surah Al-Ikhlas ayat satu dan dua di atas telah di beritakan atau di jelaskan
bahwa, kita di suru untuk meyakini bahwa tiada Tuhan selain Allah SWT, dan
hanya satu-satunya Tuhan yang patut di sembah oleh seluruh umat manusia dan
untuk umat Nabi Muhammad pada khususnya. Dan Allah juga tuhan yang berdiri
sendiri, yang tidak bergantung pada satu apapun. Dia Tuhan Yang Maha Esa, yang
menciptakan langit dan bumi, tidak ada Tuhan selain Allah SWT, yang pernah kita kenal, seperti Tuhan
matahari, tuhan patung atau berhala, tuhan kayu pada pohon yang besar yang di
yakaini kekeramatnya.
Akidah islam adalah iman kepada
Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya dan hari akhir juga
pada qadha’ dan qadar baik-buruk dari Allah SWT. Dan ini yang di sebut
aqida-aqida pokok dalam ajaran agama islam. Iman inin sendiri bermakna
pembenaran yang pasti, yang sesuai dengan kenyataan yang mencul dari dalil dan
bukti. Pasti artinya seratus persen kebenaranya atau kekakinannya tanpa ada
keraguan sedikitpun. Sesuai dengan fakta artinya hal yang di imani tersebut
memang benar adanya, bukan di ada-adakan (missal: keberadaan Allah, kebenaran
Al-Qur’an Dll). Muncul dari suatu dalil artinya keimanan tersebut memiliki
hujjah/dalil tertentu. Tanpa dalil sebenarnya tidak aka ada pembenaran yang
bersifat pasti.
Suatu dalil untuk masalah iman,
adakalahnya bersifat ‘aqli dan atau naqli, bergantung pada perkara yang di
imani. Jika perkara itu masih dalam jangkauan panca indra/akal maka dalil
keimanannya bersifat ‘aqli namun,
jika di luar jangkauan panca indra maka ia di dasarkan pada dalil naqli. Hanya saja perlu di ingat bahwa
penentuan sumber suatu dalil naqli juga di tetapkan dengan jalan ‘aqli.
Artinya, penentuan sumber dalil naqli tersebut di lakukan melalui penyelidikan
untuk menentukan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh di jadikan sebagai
sumber dalil naqli. Oleh karna itu, semua dalil tentang akidah pada dasarnya di
sandarkan pada metode ‘aqliyah.
Dan dalam
hal ini Menurut Hasan Al-Banna, aqa’id (jama’ akidah)
adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati,
mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur
sedikitpun dengan keragu-raguan. Dan
Menurut Abu Bakar Jabir Al-Jazairy, akidah adalah sejumlah kebenaran yang
dapat diterima secara umum oleh manusia baik secara akal, dan fitroh. Kebenaran
itu dipatrikan oleh manusia didalam hati serta diyakini keshahihannya dan
keberadaannya secara pasti.
v Menurut
imam safi’I berkata:
Ketahuailah bahwa kewajiban pertama
bagi seorang mukallaf adalah berfikir dan mencari dalil untuk makrifat kepada
Allah SWT. Artinya berfikir adalah melakukan penalaran dan perenungan qalbu
dalam kondisi orang berfkir tersebut di tuntut untuk makrifat kepada Allah.
Dengan cara seperti itu, ia bias sampai pada makrifat terhadap hal-hal yang
ghaib dari pengamatannya dengan indra dan ini merupakan satu keharusan. Hal ini
merupakn suatu kewajiban dalam bidang ushuluddin.[1]
B. Aqidah
Pokok
Akidah
pada masa Nabi masih dapat dipertahankan, yaitu ada akida pokok dan akidah
cabang, dan dalam pembahasan akidah pokok yaitu Rukun Iman antara lain:
a.
Iman kepada Allah
Ketika
kita mengaku sebagai umat islam dan telah mengucapkan dua kalimat syahadat
ataupun kita sbagai umat islam islam keturunan. Wajib kita percaya akan Allah
Tuhan kita. Dialah Tuhan yang sebenarnya, yang menciptakan segala sesuatu dan
Dialah yang pasti adanya. Dialah yang pertama tanpa permulaan dan yang akhir
tanpa penghabisan. Tiada sesuatu yang menyamai-Nya. Yang Esa tentang
ketuhana-Nya, sifat-sifat-Nya dan perbuata-Nya. Yang hidup dan pasti ada dan
mengadakan segala yang ada. Yang Mendengar Dan Melihat. Dan Dialah yang
berkuasa atas segala sesuatu. Perihalnya apabila Ia menghendaki sesuatu yang Ia
Sabdakan: “ jadilah”! maka jadilah sesuatu itu. Dan Dia mengetahuai segala yang
mereka kerjakan. Yang bersabda dan memiliki segala sifat kesempurnaan. Yang
suci dari sifat mustahil dan segala kekurangan. Dialah yang menjadikan segala
sesuatu menurut kemauan dan kehendak-Nya. Segala sesuatu ada di tangan-Nya dan
pada-Nya akan kembali. Namun perlu di perhatikan bahwa Allah tidak
menyuruh kita membicarakan hal-hal yang tidak tercapai oleh akal dalam hal
kepercayaan.
Sebab
akal manusia tidak mungkin mencapai ke pengertian tentang Dzat Allah Dan
hubungannya dengan sifat-sifat yang ada pada-Nya. Maka janganlah engkau
membicarakan hal itu. Tak ada kesangsian tentang adanya. “ adakah orang ragu tentang
Allah.? Yang menciptakan langit dan bumi”? (QS Ibrahim :10). Memang
Al-Qur’an telah menutup pintu pemikiran dalam membicarakan hal yang tak mungkin
tercapai oleh akal dengan firmanya yang berbunyi: “ tiada sesuatu yang serupa
dengan-Nya”. (QS Syura: 11). Diapun telah menjelaskan bahwa kekuatan
akal itu terbatas dan bahwa dia meliputi semua manusia, dalam Firma-Nya “Dia
tahu segala yang ada di muka dan di belakang mereka sedang pengetahuan mereka
tak mungkin mendalaminya”. (QS Thaha: 110 ). Bagi oranmg mukmin
memadailah bila mereka memikirkan segala makhluk-Nya, guna membuktikan adanya,
kekuasaan dan kebijaksanaan-Nya.
a. Iman
kepada Malaikat- Malaikat Allah
Kita
wajib percaya, Allah itu mempunyai malaikat yang bersayap, ada yang dua, ada
yang tiga dan ada yang empat. Dan mereka adalah hamba yang di muliakan yang
tidak pernah menentang Allah akan perintah-Nya dan mereka senantiasa
mengerjakan apa yang di perintahkan. Mereka tidak makan dan minum. Tak berjodoh
dan tidur, dan sepanjang masa tidak putus-putusnya mereka mengkuduskan Tuhan.
Dan masing-masing daripada mereka mempunyai kedudukan atau tugas tertentu. Ada
yang memikul Arsy Tuhan ada yang menjadi utusan seperti jibril dan mikail dan
ada yang mengamati serta mencatat (amal manusia), seperti yang telah di
tegaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an. “Sesungguhnya Al-Qur’an itu benar-benar
firman Allah yang di bawa oleh utusan yang mulia (jibril), yang mempunyai
kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah, pemilik ‘arsy, yang
ditaati disana (alam malaikat) lagi di percaya (QS at-Takwir: 19-21)”
Kita tidak boleh menggambarkan tentang malaikat kecuali dengan apa yang di
terapkan oleh syara’/ketentuan. Namun perlu di perhatikan juga oleh Allah kita
tidak di tuntut untuk mengetahui hakikat malaikat, kita hanya di perintahkan
agar percaya akan adanya. Adapun para nabi, mereka pernah melihatnya dalam rupa
manusia ataupun lain-lainya. Tentang hal ini beritanya telah mutawattir
(meyakinkan) namun kita tidak boleh menggambarkan tentang malaikat, kecuali
dengan daras keterangan dari nabi SAW. Yang sampai kepada kita dengan
pemberitaan yang meyakinkan. “dan tiada seorangpun yang mengetahuai
hakikat tentara (malaikat) Tuhanmu sdelaian Dia” (QS muddatstsir: 31)
b. Iman kepada kitab-kitab Allah
Kita
wajib percaya bahwa Allah telah menurunkan beberapa kitab kepada Rasul-rasulnya
untuk memperbaiki manusia tentang urusan dunia dan agama mereka. Seperti yang
telah di paparkan dalam firman Allah SWT. “ kitab Al-Qur’an ini tidak ada keraguan
padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa (QSal-Baqarah: 2)” Diantara
kitab-kitab itu, ialah Zabur kepada Nabi Daud, Taurat kepada Nabi Musa, Injil
kepada Nabi Isa dan Al-Qur’an pada Nabi Muhammad yang menjadi penutup sekalian
Nabi alaihimus shalatu was salam. Dan bahwa A-Qur’an adalah firman Allah dan kitab terakhir yang diturunkan, yang
memuat apa yang tidak termuat pada lainnya, mengenai syariat, budi luhur dan
kesempurnaan hukum. Kita wajib percaya akan hal yang dibawa oleh Nabi s.a.w
yang mutawir dan memenuhi syarat-syaratnya. Dan yang wajib kitapercayai
hanyalah yang tegas-tegas saja, dengan tak boleh menambah-nambah keterangan
yang sudah tegas-tegas itu. Dengan keterangan berdasarkan pertimbangan,
(perkiraan), kerana firman Allah : “Sesungguhnya persangkaan itu tidak
sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran” (QS.Yunus:36). Adapun
syarat yang benar tentang kepercayaan, dalamhal ini ialah jangan ada sesuatu
yang mengurangi Keagungan dan Keluruhan Tuhan, dengan mempersamakannya dengan
makhluk. Sehingga andaikata terdapat kalimat-kalimat yang kesan pertama,
mengarah kepada arti yang demikian, meskipun berdasarkan berita yang mutawir
(meyakinkan), maka wajiblahn orang mengabaikan makna yang tersurat dan
menyerahkan tafsir arti yang sebenarnya kepada Allah dengan kepercayaan bahwa
yang yang terkesan pertama pada pikiran bukanlahyang dimaksudkan, atau dengan
takwil yang berdasarkan alasan-alasan yang dapat diterima. Dan sebagai orang
muslim patutlah kita bersyukur karna dari kitab-kitab Allah yang lain hanya
Al-Qur’an yang di jaga atau di pelihara sendiri oleh Allah SWT. seperti yang
telah di jelaskan dalam Al-Qur’an itu sendiri yang artinya “ sesungguhnya kamilah yang
menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya. (QS al-Hijr:
9)”
c.
Iman kepada Rasul-Rasul Allah
Kita
wajib percaya bahwa Allah Yang Maha Bijaksana telah mengutus para Rasul untuk
memberi petunjuk umat manusia akan jalan yang lurus. Mereka adalah pembawa
berita yang gembira dan peringatan, agar bagi manusia tiada. Alasan atau
membantah pada Allah setelah diutusnya para Rasul. Para Rasul itu adalah
manusia seperti kita: makan, minum dan pergi ke pasar, yang telah dipilih oleh
Allah, menjadi utusannya dan mengistemewakan mereka dengan diberi wahyu. Mereka
adalah orang –orang yang jujur, terpercaya menyampaikan tugas mereka dan
cerdas, dapat memahami dan memahamkan. Mereka adalah manusia yang mengalami
yang biasa dialami oleh orang lain selahi tak mengurangi kehormatan meraka
dalam martabat mereka yang luhur. Diantara para Rasul yang tersebut nama mereka
dalam Quran adalah: Adam, Idris, Nuh, Hud, Shalih, Ibrahim, Isma’il, Ishaq,
Ya’qub, Yusuf, Luth, Ayyub, Syu’aib, Musa, Harun, Dzulkifli, Daud, Sulaiman,
Ilyas, Ilyasa, Yunus, Zakariyah, Yahya, Isa dan Muhammad ‘alaihimus-shalatu
wassalam. Seperti yang telah di jelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya, “Muhammad
itu tidak lain hanyalah seorang rasul; sungguh telah berlalu sebelumnya
beberapa orang rasul (QS Ali Imran: 144)” Dan ada Rasul-rasul yang
tidak dan ada rasul-rasul yang tidak di beritakan oleh Allah kepada kita. Tiada
umat yang terdahulu melainkan perna kedatangan nabi. Seorang muslim beriman dan
percaya bahwa Allah SWT telah memilih diantara umat manusia. Allah SWT telah
mengutus para nabi serta rasul untuk membawa kabar gembira kepada umat manusia
tentang kenikmatan abadi yang telah di sediakan bagi mereka yang beriman dan
yang telah memperingatkan kepada mereka yang telah berbuat musyrik (kekufuran).
Merekapun member teladan dan tingkah laku yang baik dan mulia pada manusia,
antar lain dalam bentuk ibadah yang benar, akhlak yang terpuji serta istiqomah
(berpegang teguh) pada ajaran Allah SWT.
Dan
Allah telah mengokohkan mereka cengan beberapa pembuktian dan segala macam
mu’jijat yang nya adalah Namun perlu di
ketahuai dan perlu menjadi perhatian adalah suatu kebenaran, bahwa kekuasaan
Allah dapat menghadirkan hal-hal yang menyimpang dari hokum kebiasaan yang
pernah berlaku bagi para nabi untuk menguatkan penugasaan dan penundukkan
lawan-lawan mereka dan tanda kebenaran mereka terhadap mereka yang mengingkari
misalnya apa yang di sebut dalam Al-Qur’an : yang tak membakar nabi
Ibrahim,tongkat nabi musa yang berubah menjadi ular. Nabi isa menghidupkan
kembali orang yang sudah mati. Dan di turunkan Al-Qur’an kepada nabi Muhammad
SAW dan lain sebagainyayang tersebut dal;am beberapa ayat dan semua itu wajib
di imankan.
d. Iman
Kepada Hari Kiamat
“Jika bumi di goncangkan dengan guncangannya (yang dahsyat)
dan bumi telah mengeluarkanbeban-beban berat (yang dikandung) nya, dan manusia
bertanya, ‘mengapa bumi jadi begini.? Pada hari itu bumi menceritakan
beritanya, karena sesunggunya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu)
kepadanya. (QS al-Zalzalah: 1-5)”
Sebagai seorang muslim yang taqwa
sudah wajiblah Kita untuk yakin dan percaya akan datangnya hari kiamat, yaitu
hari dimana akhir dari dunia ini, karna ini adalah salah satu point penting untuk
mengokohkan keimanan kita kepada Allah SWT. Seperti dalam hadist Rasulullah
SAW, bersabda dalam shahih muslim, “ketika jibril menanyakan kepada
rasulullah tentang iman, Rasulullah menjawab, “hendaknya engkau mengimani
Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, para Rasul-Nya, juga Hari kiamat.
Hendaklah engkau mengimani Qadar yang
baik dan buruk (dari Allah)” (HR Muslim)” Hal tentang adanya hari akhir
atau hari kiamat dan segala yang terjadi tentang kerusakan alam ini, telah di beritakan oleh rasulullah SAW dengan
riwayat mutawatir tentang kebangkitan dari dalam kubur, pengumpulan di padang
mahsyar, pemeriksaan dan hari pembalasanm. Maka Allah member keputusan tentang perbuatan
orang lalu ada yang masuk neraka selama-lamanya dan tidak keluar daripadanya,
yaitu orang-orang kafirdan orang-orang musyrik dan ada yang masuk kemudian
keluar dari neraka, yaitu orang-orang mukmin yang berbuat dosa. Dan ada yang
masuk surge dan kekal, yaitu orang-orang
mukmin yang benar-benar. Adapun waktu dan tanda-tanda hanya Allah SWT yang tahu
kapan akan terjadinya hari akhir tersebut. Seperti Allah SWT telah berfirman
dalam Al-Qur’an. Yang artinya: “mereka bertanya kepadamu tentang hari
kiamat, “kapankah terjadinya?” katakanlah, “ sesungguhnya pengetahuan tentang
kiamat itu ada pada sisi Tuhanku. Tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu
kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk)
yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepada kalian
melainkan dengan tiba-tiba” mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu
benar-benar mengetahinya. Katalkanlah, “sesungguhnya pengetahuan tentang hari
kiamat itu ada di sisi Allah namun kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (QS
al-A’raf: 187)”
e. Iman
kepada Qada dan Qadar
“ketika
jibril menanyakan kepada rasulullah tentang iman, Rasulullah menjawab,
“hendaknya engkau mengimani Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, para
Rasul-Nya, juga Hari kiamat. Hendaklah
engkau mengimani Qadar yang baik dan buruk (dari Allah)” (HR Muslim)”
Sebagia
orang islam sudah sewajibnya kita percaya bahwa Allahlah yang telah menciptakan
segala sesuatu dan Dialah yang telah menyuruh dan melarang, Dan perintah Allah
adalah kepastian yang telah ditentukan. Dan bahwanya Allah telah menentukan
segala sesuatu sebelum Dia menciptakan segala kejadian dan mengatur segala yang
ada dengan pengetahuan, ketentuan, kebijaksanaan dan kehendaknya. Adapun segala
yang dilakukan manusia itu semuanya atas Qadla’ dan Qadarnya. Sedang manusia
sendiri hanya dapat berikthiar. Seperti firman Allah yang telah dipaparkan
dalam Al-Qur’an yang artinya: “sesungguhnya Allah tidak akan mengubah
nasib suatu kaum sehingga kaum itu sendiri merubah apa yang ada pada diri
mereka. (QS ar-Ra’du: 11)” Dengan demikian, maka segala ketentuan
adalah dari Allah dan usaha adalah bagian manusia. Perbuatan manusia ditilik
dari segi kuasanya dinamakan hasil uasaha sendiri. Tetapi ditilik dari segi
kekuasaan Allah, perbuatan manusia itu adalah ciptaan Allah. Manusia hanya
dapat mengolah bagian yang Allah karuniakan padanya berupa rizki dan lain-lain.
B.
Aqidah Cabang
Setelah berakhirnya kepemimpinan
kholifah Umar bin Khattab umat islam mulai terjadi perpecahan. Kemudian muncul
permasalahan yang menimbulkan terjadinya pembunuhan khalifah Ustman bin affan
(th 345-656 M) oleh pemberontak yang sebagian besar dari Mesir yang tidak puas
dengan kebijakan politiknya.
Awalnya
peristiwa ini hanya sebuah permasalan politik yang akhirnya berkembang menjadi
persoalan teologi sehingga melahirkan berbagai
aliran dengan teologi dan pandangan yang berbeda-beda. Pada masa ini
umat islam tidak mampu lagi mempertahankan kesatuan dan keutuhan akidahnya,
karena masing-masing berusaha membuka persoalan akidah yang sebelumnya terkunci.
Maka
lahirlah cabang-cabang aqidah yang pemahaman bervariasi dari masing-masing
aspek rukun iman, diantaranya :
a.
Masalah Tuhan
Dalam
masalah zat tuhan muncul pendapat yang menggambarkan tuhan dengan sifat-sifat
bentuk jasmani atau fisik. Sedangkan dalam masalah sifat Tuhan juga muncul
persoalan, apakah Tuhan itu mempunyai sifat atau tidak. Dalam hal ini muncul 2
golongan yang berpendapat berbeda :
·
Pertama : golongan Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai
sifat. Dia adalah Esa, bersih dari hal-hal yang menjadikannya tidak Esa. Mereka
meng-EsakanTuhan dengan mengkosongkan Tuhan dari berbagai sifat-sifat.
·
Kedua
: Golongan Ahlussunnah Wal Jama’ah
yang diwakili oleh golongan Ay’ariyah dan Maturidiyah meyakini bahwa Tuhan
mempunyai sifat yang sempurna dan tidak ada yang menyamai-Nya. Mensifati Tuhan
dengan sifat-sifat kesempurnaan tidak akan mengurangi ke-Esaan-Nya.
b. Masalah
Kitab-Kitab
Permasalahan
yang diikhtilafkan dikalangan orang islam ialah apakah Al-Qur’an itu Qadim
(kekal) atau Hadis (baru). Golongan Asy’ariyah dan Maturidiyah berpendapat
bahwa Al-Qur’an adalah Qadim bukan makhluk (diciptakan). Sedangkan pendapat
yang lain mengatakan bahwa Al-Qur’an tidak Qadim karena Al-Qur’an itu makhluk
(diciptakan).
c. Masalah
Nabi dan Rasul
Masalah
yang masih diperselisihkan dalam kaitannya dengan iman kepada para Nabi dan
Rasul adalah mengenai jumlahnya. Hanya Allah yang mengetahui jumlahnya.
Sebagian ulama’ mengatakan bahwa jumlah seluruhnya adalah 124.000 orang. Dari
jumlah itu yang diangkat menjadi Rasul sebanyak 313 orang.
d.
Masalah Hari Kiamat
Para
ulama’ telah sepakat dalam masalah adanya hari kiamat dan hal-hal yang terjadi
didalamnya, hanya saja mereka ikhtilaf tentang apa yang akan yang dibangkitkan.
Ada yang berpendapat bahwa yang akan dibangkitkan meliputi jasmani dan rohani,
dan pendapat kedua mengatakan bahwa yang dibangkitkan adalah rohnya saja.
e.
Masalah Takdir
Dalam
masalah taqdir, orang islam sepakat perlunya meyakini adanya ketentuan Allah
yang berlaku bagi semua makhluk yang ada dialam semesta ini. Namun berbeda
dalam memahami dan memperaktekkannya.
·
Pertama : Qodariyah berpendapat bahwa
segala perbuatan manusia baik maupun buruk semuanya ditentukan oleh manusia itu
sendiri. Allah tidak mempunyai sangkut
pautnya dalam hal ini karena Allah telah menyerahkan kodratnya kepada manusia.
Allah akan memberi pahala kepada orang yang
telah berbuat baik, karena dia telah menggunakan kodrat yang diberikan
Allah dijalan yang baik. Dan bagi orang yang berbuat jahat maka Allah akan menyiksanya karena
kodrat yang diberikan digunakn untuk jalan keburukan.
·
Kedua : kaum Jabariyyah mempunyai I’tiqod
yang bertolak belakang dengan I’tiqod kaum Qodariyah. Jabariyyah berpendapat
bahwa manusia tidak punya daya apa-apa karena segalanya telah ditentukan oleh
Allah. Manusia tidak punya usaha, tidak punya ikhtiar sebab seluruhnya yang menentukan
adalah Allah. Pendapat Jabariyyah ini dianggap menyimpang oleh golongan
Ahlussunnah Waljama’ah. Memang semuanya ini ditentukan oleh Allah tetapi Allah
juga telah menciptakan usaha dan ikhtiar manusia. Oleh karena itu manusia
mempunyai keharusan untuk berusaha.
·
Ketiga : sebenarnya I’tiqod Ahlussunnah
Waljama’ah merupakan perpaduan dari I’tiqod Jabriyyah dan Qodariyah, artinya
segala sesuatu dialam ini memang telah ditentukan oleh Allah, namun manusia
diberi kewenangan untuk melakukan ikhtiar terlebih dahulu. Seperti firman Allah
yang telah dipaparkan dalam Al-Qur’an yang artinya: “sesungguhnya Allah tidak akan
mengubah nasib suatu kaum sehingga kaum itu sendiri merubah apa yang ada pada
diri mereka. (QS ar-Ra’du: 11)”.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pemaparan makalah diatas maka dapat kita simpulkan
sebagai berikut :
1.
Akidah
adalah suatu pokok atau dasar keyakinan yang harus dipegang teguh oleh orang yang mempercayainya. Menurut Hasan al-Banna
aqa’id (jama’ akidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya
oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak
bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan.
2.
Akidah
pokok adalah aqidah umata islam yang masih terpelihara dan masih murni sebagai
mana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW yang tercakup didalam Arkanul Iman.
3.
Perpecahan
umat islam mulai terjadi setelah berakhirnya kepemimpinan kholifah Umar bin
Khattab. Kemudian muncul permasalahan yang menimbulkan terjadinya pembunuhan
khalifah Ustman bin affan (th 345-656 M) oleh pemberontak yang sebagian besar
dari Mesir yang tidak puas dengan kebijakan politiknya. Awalnya peristiwa ini
hanya sebuah permasalan politik yang akhirnya berkembang menjadi persoalan
teologi sehingga melahirkan berbagai
aliran dengan teologi dan pandangan yang berbeda-beda. Pada masa ini
umat islam tidak mampu lagi mempertahankan kesatuan dan keutuhan akidahnya,
karena masing-masing berusaha membuka persoalan akidah yang sebelumnya
terkunci. Maka lahirlah cabang-cabang akidah yang pemahamannya bervariasi dari
masing-masing aspek rukun iman.
B.
Saran
Kami menyadari
sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta
banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal
pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian yang kadangkala
hanya menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada
kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makah
kami dilain waktu.
1.
Ilmu Ushuluddin“Ushul” : pokok,
fondmen, prinsip, aqidah, peraturan.“Aiddiin” : agama Ushuluddin adalah
pokok-pokok atau dasar-dasar agama. Ilmu tauhid dapat pula dikatakan ilmu
ushuluddin karena menguraikan pokok-pokok kepercayaan dalam agama islam.
2
.Mukallaf ialah orang yang berakal sehat dan telah baligh / telah berumur lima
belas tahun atau telah mengeluarkan darah putih(air mani) meskipun dengan cara
bermimpi bagi pria.Dan bagi wanita apabila telah berumur sembilan tahun, telah
mengeluarkan darah haid atau telah mengeluarkan air mani, baik dengan cara
persetubuhan suami istri atau dengan cara bermimpi. Orang itulah yang terkena
perintah - perintah Alloh dan menjauhi larangan - larangan-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Alfat, Masan. dkk. 1997. Aqidah Akhlak Madrasah
Tsanawiyah kelas 1. Semarang: PT. Karya Toha Putra
Ikandar, Arief B. (ed.) . 2012 . Matei Dasar Islam, Islam
mulai dari akar. Bogor: Al Azhar Press
Muhammadiyah, Pimpinan Pusat. ISBN. 2009.
Himpunan Putusan Tarjih, Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Djogjakarta:
Gramasurya
panjang banget tulisannya
BalasHapus